Sya’ir Imam Ali bin Abi Thalib as
Tuhanku, jika Engkau ampuni aku siapa lagi yang lebih pantas melakuakanya salain-Mu. Jika sekiranya ajalku sudah dekat,tetapi amalku tidak mendekatkanku kepadaMu, telah aku jadikan pengakuan dosa ini sebagai wasilahku kepada-Mu.
Tuhanku, aku telah berbuat zalim dalam memandang diriku.
Celaka sudah diriku, jika saja Engkau tidak mengampuninya.
Tuhanku, tidak henti-hentinya kebaikan-Mu mengalir padaku hari-hari hidupku,
maka jangan putuskan kebaikan-Mu padaku pada hari kematianku.
Tuhanku, bagaimana mungkin aku berputus asa pada pandangan baikku kepada-Mu
setelah kematianku, padahal Engkau tidak memberikan kepadaku selain yang indah saja dalam hidupku.
Tuhanku, perlakukanlah aku apa yang Engkau layak melakukannya. Kembalilah
kepadaku dengan karunia-Mu yang Kauberikan kepada pendosa yang sudah dipenuhi kebodohannya.
Tuhanku, jika telah Kaututupi dosa-dosaku di dunia, padahal aku sangat memerlukan penutupan pada hari akhirat nanti, karena Engkau tidak menampakkannya di hadapan orang-orang yang saleh, maka jangan mempermalukan aku pada hari kiamat dihadapan para saksi.
Tuhanku, anugrah-Mu meluaskan harapku; Maaf-Mu lebih utama dari amalku.
Tuhanku, bahagian aku ketika berjumpa dengan-Mu pada hari kautetapan keputusa di antara hamba-hamba-Mu.
Tuhanku, permohonan maafku kepada-Mu adalah permohonan seseorang yang sangat memerlukan penerimaan permohonannya. Terimalah permohonan maafku. Wahai yang paling pemurah untuk dimohonkan oleh para pendosa.
Tuhanku, janganlah kautolakkan keperlianku, jangan Kausia-siakan kedambaanku,jangan kau putuskan dariMu harapanku dan cita-citaku.
Tuhanku, sekiranya Engkau ingin menjatuhkan aku, tentulah Engkau tidak memberikan petunjuk kepadaku; sekiranyn Engkau ingin mempermalukanku, tentulah Engkau tidak menyelamatkan daku.
Tuhanku, tak pernah aku mengira Engkau akan menolak keperluan yang untuk
memperolehnya dari sisi-Mu telah kuhabiskan seluruh umurku.
Tuhanku, bagi-Mu segala sanjung dan puja, selama-lamanya, sanjugan yang kekal abadi, berlansung terus, takpernah habis, sanjung-puja seperti yang Engkau cintai dan Engaku ridhai.
Tuhanku, jika Engkau menuntutku karena kesalahanku,aku akan menuntut-Mu dengan maaf-Mu; jika Engkau menuntutku dengan dosaku, aku akan menuntutmu dengan ampunan-Mu; jika Engaku memasukkan aku kedalam neraka, aku akan memberitahukan kepada para penghuninya bahwa aku mencintai-Mu.
(Mafatihul Jinan, bab2)
Selasa, 26 April 2011
Imam Musa al-Kazhimn as
Riwayat Singkat Imam Musa Al-Kazhim
Nama : Musa.
Gelar : Al-Kazhim.
Panggilan : Abul Hasan.
Ayah : Imam Ja’far as.
Ibu : Hamidah.
Kelahiran : Abwa’, 7 Safar 120 H.
Masa Imamah : 35 Tahun.
Usia : 54 Tahun.
Kesyahidan :Tahun 182 H.
Makam : Kazhimain, Irak.
Melihat pengaruh besar beliau di tengah-tengah pendukungnya, Harun al-Rasyid merasa cemas dan kemudian memenjarakan beliau tanpa atasan dan bukti apapun. Di dalam penjara inilah waktunya dihabiskan untuk beribadah dan berdakwah di sana. Suatu ketika Harun al-Rasyid memerintah pengawalnya untuk memasukkan jariah yang cantik ke dalam sel Imam, guna merayu dan menjatuhkan martabatnya. Selang beberapa waktu ternyata Jariah yang cantik itu telah sujud bersama imam serta diriwayatkan bahwa hingga akhir hayatnya jariah tersebut menjadi wanita yang shalehah. Segara cara telah ditempuh, namun imam tetap pada posisinya yang mulia.
Akhirnya, Harun Al-Rasyid tidak punya pilihan lain kecuali membunuhnya. Sanadi bin Sahik yang terkenal bengis dan ingin mendapatkan kedudukan di sisi penguasa Bani Abbas segera menawarkan diri untuk menjadi pelaksana rencana pembunuhan tersebut. Dia kemudian meletakkan racun yang mematikan dalam makanan Imam Musa Al-Kazim. Tak pelak lagi, racun tersebut menjalar ke seluruh tubuh imam, dan imam pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Jenazahnya dibiarkan tergeletak dipenjara selama tiga hari yang kemudian dibuang di jembatan al-Karkh, di kota Baghdad. Mendengar berita tentang jenazah imam yang diletakkan di jembatan dan dijadikan bahan olokan oleh pengawal Sanadi bin Sahik, Sulaiman bin Ja’far Al-Manshur kemudian mengambil jenazah tersebut lalu memandikan, mengkafaninya dan melumuri wewangian serta menshalati dan menguburkannya.
Belum pernah ada di Baghdad seseorang yang dikubur yang di hadiri oleh lautan manusia seperti halnya ketika penguburan imam di pemakaman Quraiys. Bintang Ahlu Bait telah pergi untuk selamanya. Kota Baghdad seakan gelap dan gulita, sementara Mûsa bin Ja’far telah pergi dalam keadaan mulia dan terpuji.
Salam sejahtera untukmu di saat kau dilahirkan dan salam untukmu di saat kau dalam kegelapan penjara serta salam sejahtera bagimu saat kau dibangkitkan kelak sebagai orang yang syahid.
Imam Musa Bekerja
Imam Musa Al-Kazhim as bercocok tanam sendiri di ladang yang menjadi kekayaan pribadi beliau. Dari hasil cocok tanam itu, Imam membelanjakannya untuk keperluan hidup sehari-hari. Kadang-kadang, kerja keras di ladang membuat seluruh badan beliau basah kuyup dengan peluh.
Suatu hari, salah seorang sahabat Imam yang bernama Ali Bathaini—yang memiliki hubungan kerja dengan Imam—mendatangi beliau di ladang. Ketika ia melihat Imam dalam kepayahan, ia pun menjadi sedih dan berkata, “Semoga jiwaku menjadi tebusanmu wahai Imam, mengapa Anda tidak membiarkan orang lain untuk melakukan pekerjaan ini?”
Imam menjawab, “Mengapa aku harus membebankan pekerjaan ini ke pundak orang lain sementara mereka lebih baik dalam melakukan pekerjaan ini daripada aku.”
Aku bertanya, “Siapakah mereka itu?”
Imam berkata, “Rasulullah saw, Amirul mukminin Ali as, ayahandaku, dan datukku.”
Bekerja dan berpeluh adalah sunah para nabi, para Imam, dan para hamba Allah yang saleh. Mereka ini senantiasa bekerja dan bersusah payah. Mereka memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan hasil kerja yang mereka usahakan sendiri.
Mutiara Hadis Imam Musa Al-Kazhim
• “Katakan yang hak, walaupun akan mendatangkan kerugian kepadamu.”
• “Jika engkau menjadi seorang pemimpin yang bertakwa, maka seharusnya engkau bersyukur kepada Allah atas anugerah ini.”
• “Bersikaplah tegas dan keras terhadap orang-orang zalim sehingga engkau dapat merebut hak orang-orang mazlum (yang teraniaya) darinya.”
• “Kebaikan yang utama adalah menolong orang-orang yang tertindas.”
• “Dunia ini berkulit halus dan cantik, ibarat seekor ular. Namun, ia menyimpan racun pembunuh di dalamnya.”
Kezuhudan dan Ibadah
Imam Musa Al-Kazhim as sangat terkenal dengan kezuhudan dan ibadahnya sehingga di mana pun orang bercerita tentang beliau, mereka pasti berkomentar, “Beliau adalah seorang pecinta ibadah.” Syaikh Mufid menulis tentang Imam as, “Di zaman itu, beliau adalah orang yang paling saleh dan bertakwa. Pada malam harinya, beliau larut dalam shalat. Bilamana melaksanakan sujud, beliau senantiasa memanjangkannya sementara air matanya luruh hingga membasahi janggut beliau.” Syablanji, seorang ulama Ahlusunah menulis, “Imam Musa Al-Kazhim as adalah orang yang paling bertakwa dan zuhud pada zamannya. Beliau sangat arif, bijaksana, pemurah, dan pengasih kepada siapa saja. Beliau membantu dan merawat orang-orang yang malang. Waktunya banyak dihabiskan untuk mengerjakan ibadah tanpa diketahui oleh orang banyak. Beliau berkata, ‘Ya Allah, mudahkanlah kematianku dan ampuni dosa-dosaku saat aku dihadapkan pada-Mu di Hari Kiamat.’” Imam Musa as merupakan seorang pecinta Tuhan sejati sehingga membuat orang-orang menjadi takjub dan terheran-heran. Sampai-sampai beliau pernah membuat Fadhl, si kepala penjara ikut menangis. Begitu pula pelayan wanita khusus Khalifah Harun yang diutus ke penjara untuk menggoda Imam as, dan membuat beliau tertarik kepadanya sehingga Harun menemukan alasan untuk menghukum beliau. Di dalam penjara, pelayan wanita itu malah terpukau oleh perangai Imam, sehingga ia kembali menghadap Harun dalam keadaan menangis, dan menyatakan keberatannya atas keputusan Harun memenjarakan Imam as.
Nama : Musa.
Gelar : Al-Kazhim.
Panggilan : Abul Hasan.
Ayah : Imam Ja’far as.
Ibu : Hamidah.
Kelahiran : Abwa’, 7 Safar 120 H.
Masa Imamah : 35 Tahun.
Usia : 54 Tahun.
Kesyahidan :Tahun 182 H.
Makam : Kazhimain, Irak.
Melihat pengaruh besar beliau di tengah-tengah pendukungnya, Harun al-Rasyid merasa cemas dan kemudian memenjarakan beliau tanpa atasan dan bukti apapun. Di dalam penjara inilah waktunya dihabiskan untuk beribadah dan berdakwah di sana. Suatu ketika Harun al-Rasyid memerintah pengawalnya untuk memasukkan jariah yang cantik ke dalam sel Imam, guna merayu dan menjatuhkan martabatnya. Selang beberapa waktu ternyata Jariah yang cantik itu telah sujud bersama imam serta diriwayatkan bahwa hingga akhir hayatnya jariah tersebut menjadi wanita yang shalehah. Segara cara telah ditempuh, namun imam tetap pada posisinya yang mulia.
Akhirnya, Harun Al-Rasyid tidak punya pilihan lain kecuali membunuhnya. Sanadi bin Sahik yang terkenal bengis dan ingin mendapatkan kedudukan di sisi penguasa Bani Abbas segera menawarkan diri untuk menjadi pelaksana rencana pembunuhan tersebut. Dia kemudian meletakkan racun yang mematikan dalam makanan Imam Musa Al-Kazim. Tak pelak lagi, racun tersebut menjalar ke seluruh tubuh imam, dan imam pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Jenazahnya dibiarkan tergeletak dipenjara selama tiga hari yang kemudian dibuang di jembatan al-Karkh, di kota Baghdad. Mendengar berita tentang jenazah imam yang diletakkan di jembatan dan dijadikan bahan olokan oleh pengawal Sanadi bin Sahik, Sulaiman bin Ja’far Al-Manshur kemudian mengambil jenazah tersebut lalu memandikan, mengkafaninya dan melumuri wewangian serta menshalati dan menguburkannya.
Belum pernah ada di Baghdad seseorang yang dikubur yang di hadiri oleh lautan manusia seperti halnya ketika penguburan imam di pemakaman Quraiys. Bintang Ahlu Bait telah pergi untuk selamanya. Kota Baghdad seakan gelap dan gulita, sementara Mûsa bin Ja’far telah pergi dalam keadaan mulia dan terpuji.
Salam sejahtera untukmu di saat kau dilahirkan dan salam untukmu di saat kau dalam kegelapan penjara serta salam sejahtera bagimu saat kau dibangkitkan kelak sebagai orang yang syahid.
Imam Musa Bekerja
Imam Musa Al-Kazhim as bercocok tanam sendiri di ladang yang menjadi kekayaan pribadi beliau. Dari hasil cocok tanam itu, Imam membelanjakannya untuk keperluan hidup sehari-hari. Kadang-kadang, kerja keras di ladang membuat seluruh badan beliau basah kuyup dengan peluh.
Suatu hari, salah seorang sahabat Imam yang bernama Ali Bathaini—yang memiliki hubungan kerja dengan Imam—mendatangi beliau di ladang. Ketika ia melihat Imam dalam kepayahan, ia pun menjadi sedih dan berkata, “Semoga jiwaku menjadi tebusanmu wahai Imam, mengapa Anda tidak membiarkan orang lain untuk melakukan pekerjaan ini?”
Imam menjawab, “Mengapa aku harus membebankan pekerjaan ini ke pundak orang lain sementara mereka lebih baik dalam melakukan pekerjaan ini daripada aku.”
Aku bertanya, “Siapakah mereka itu?”
Imam berkata, “Rasulullah saw, Amirul mukminin Ali as, ayahandaku, dan datukku.”
Bekerja dan berpeluh adalah sunah para nabi, para Imam, dan para hamba Allah yang saleh. Mereka ini senantiasa bekerja dan bersusah payah. Mereka memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan hasil kerja yang mereka usahakan sendiri.
Mutiara Hadis Imam Musa Al-Kazhim
• “Katakan yang hak, walaupun akan mendatangkan kerugian kepadamu.”
• “Jika engkau menjadi seorang pemimpin yang bertakwa, maka seharusnya engkau bersyukur kepada Allah atas anugerah ini.”
• “Bersikaplah tegas dan keras terhadap orang-orang zalim sehingga engkau dapat merebut hak orang-orang mazlum (yang teraniaya) darinya.”
• “Kebaikan yang utama adalah menolong orang-orang yang tertindas.”
• “Dunia ini berkulit halus dan cantik, ibarat seekor ular. Namun, ia menyimpan racun pembunuh di dalamnya.”
Kezuhudan dan Ibadah
Imam Musa Al-Kazhim as sangat terkenal dengan kezuhudan dan ibadahnya sehingga di mana pun orang bercerita tentang beliau, mereka pasti berkomentar, “Beliau adalah seorang pecinta ibadah.” Syaikh Mufid menulis tentang Imam as, “Di zaman itu, beliau adalah orang yang paling saleh dan bertakwa. Pada malam harinya, beliau larut dalam shalat. Bilamana melaksanakan sujud, beliau senantiasa memanjangkannya sementara air matanya luruh hingga membasahi janggut beliau.” Syablanji, seorang ulama Ahlusunah menulis, “Imam Musa Al-Kazhim as adalah orang yang paling bertakwa dan zuhud pada zamannya. Beliau sangat arif, bijaksana, pemurah, dan pengasih kepada siapa saja. Beliau membantu dan merawat orang-orang yang malang. Waktunya banyak dihabiskan untuk mengerjakan ibadah tanpa diketahui oleh orang banyak. Beliau berkata, ‘Ya Allah, mudahkanlah kematianku dan ampuni dosa-dosaku saat aku dihadapkan pada-Mu di Hari Kiamat.’” Imam Musa as merupakan seorang pecinta Tuhan sejati sehingga membuat orang-orang menjadi takjub dan terheran-heran. Sampai-sampai beliau pernah membuat Fadhl, si kepala penjara ikut menangis. Begitu pula pelayan wanita khusus Khalifah Harun yang diutus ke penjara untuk menggoda Imam as, dan membuat beliau tertarik kepadanya sehingga Harun menemukan alasan untuk menghukum beliau. Di dalam penjara, pelayan wanita itu malah terpukau oleh perangai Imam, sehingga ia kembali menghadap Harun dalam keadaan menangis, dan menyatakan keberatannya atas keputusan Harun memenjarakan Imam as.
Langganan:
Postingan (Atom)