Sya’ir Imam Ali bin Abi Thalib as
Tuhanku, jika Engkau ampuni aku siapa lagi yang lebih pantas melakuakanya salain-Mu. Jika sekiranya ajalku sudah dekat,tetapi amalku tidak mendekatkanku kepadaMu, telah aku jadikan pengakuan dosa ini sebagai wasilahku kepada-Mu.
Tuhanku, aku telah berbuat zalim dalam memandang diriku.
Celaka sudah diriku, jika saja Engkau tidak mengampuninya.
Tuhanku, tidak henti-hentinya kebaikan-Mu mengalir padaku hari-hari hidupku,
maka jangan putuskan kebaikan-Mu padaku pada hari kematianku.
Tuhanku, bagaimana mungkin aku berputus asa pada pandangan baikku kepada-Mu
setelah kematianku, padahal Engkau tidak memberikan kepadaku selain yang indah saja dalam hidupku.
Tuhanku, perlakukanlah aku apa yang Engkau layak melakukannya. Kembalilah
kepadaku dengan karunia-Mu yang Kauberikan kepada pendosa yang sudah dipenuhi kebodohannya.
Tuhanku, jika telah Kaututupi dosa-dosaku di dunia, padahal aku sangat memerlukan penutupan pada hari akhirat nanti, karena Engkau tidak menampakkannya di hadapan orang-orang yang saleh, maka jangan mempermalukan aku pada hari kiamat dihadapan para saksi.
Tuhanku, anugrah-Mu meluaskan harapku; Maaf-Mu lebih utama dari amalku.
Tuhanku, bahagian aku ketika berjumpa dengan-Mu pada hari kautetapan keputusa di antara hamba-hamba-Mu.
Tuhanku, permohonan maafku kepada-Mu adalah permohonan seseorang yang sangat memerlukan penerimaan permohonannya. Terimalah permohonan maafku. Wahai yang paling pemurah untuk dimohonkan oleh para pendosa.
Tuhanku, janganlah kautolakkan keperlianku, jangan Kausia-siakan kedambaanku,jangan kau putuskan dariMu harapanku dan cita-citaku.
Tuhanku, sekiranya Engkau ingin menjatuhkan aku, tentulah Engkau tidak memberikan petunjuk kepadaku; sekiranyn Engkau ingin mempermalukanku, tentulah Engkau tidak menyelamatkan daku.
Tuhanku, tak pernah aku mengira Engkau akan menolak keperluan yang untuk
memperolehnya dari sisi-Mu telah kuhabiskan seluruh umurku.
Tuhanku, bagi-Mu segala sanjung dan puja, selama-lamanya, sanjugan yang kekal abadi, berlansung terus, takpernah habis, sanjung-puja seperti yang Engkau cintai dan Engaku ridhai.
Tuhanku, jika Engkau menuntutku karena kesalahanku,aku akan menuntut-Mu dengan maaf-Mu; jika Engkau menuntutku dengan dosaku, aku akan menuntutmu dengan ampunan-Mu; jika Engaku memasukkan aku kedalam neraka, aku akan memberitahukan kepada para penghuninya bahwa aku mencintai-Mu.
(Mafatihul Jinan, bab2)
Selasa, 26 April 2011
Imam Musa al-Kazhimn as
Riwayat Singkat Imam Musa Al-Kazhim
Nama : Musa.
Gelar : Al-Kazhim.
Panggilan : Abul Hasan.
Ayah : Imam Ja’far as.
Ibu : Hamidah.
Kelahiran : Abwa’, 7 Safar 120 H.
Masa Imamah : 35 Tahun.
Usia : 54 Tahun.
Kesyahidan :Tahun 182 H.
Makam : Kazhimain, Irak.
Melihat pengaruh besar beliau di tengah-tengah pendukungnya, Harun al-Rasyid merasa cemas dan kemudian memenjarakan beliau tanpa atasan dan bukti apapun. Di dalam penjara inilah waktunya dihabiskan untuk beribadah dan berdakwah di sana. Suatu ketika Harun al-Rasyid memerintah pengawalnya untuk memasukkan jariah yang cantik ke dalam sel Imam, guna merayu dan menjatuhkan martabatnya. Selang beberapa waktu ternyata Jariah yang cantik itu telah sujud bersama imam serta diriwayatkan bahwa hingga akhir hayatnya jariah tersebut menjadi wanita yang shalehah. Segara cara telah ditempuh, namun imam tetap pada posisinya yang mulia.
Akhirnya, Harun Al-Rasyid tidak punya pilihan lain kecuali membunuhnya. Sanadi bin Sahik yang terkenal bengis dan ingin mendapatkan kedudukan di sisi penguasa Bani Abbas segera menawarkan diri untuk menjadi pelaksana rencana pembunuhan tersebut. Dia kemudian meletakkan racun yang mematikan dalam makanan Imam Musa Al-Kazim. Tak pelak lagi, racun tersebut menjalar ke seluruh tubuh imam, dan imam pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Jenazahnya dibiarkan tergeletak dipenjara selama tiga hari yang kemudian dibuang di jembatan al-Karkh, di kota Baghdad. Mendengar berita tentang jenazah imam yang diletakkan di jembatan dan dijadikan bahan olokan oleh pengawal Sanadi bin Sahik, Sulaiman bin Ja’far Al-Manshur kemudian mengambil jenazah tersebut lalu memandikan, mengkafaninya dan melumuri wewangian serta menshalati dan menguburkannya.
Belum pernah ada di Baghdad seseorang yang dikubur yang di hadiri oleh lautan manusia seperti halnya ketika penguburan imam di pemakaman Quraiys. Bintang Ahlu Bait telah pergi untuk selamanya. Kota Baghdad seakan gelap dan gulita, sementara Mûsa bin Ja’far telah pergi dalam keadaan mulia dan terpuji.
Salam sejahtera untukmu di saat kau dilahirkan dan salam untukmu di saat kau dalam kegelapan penjara serta salam sejahtera bagimu saat kau dibangkitkan kelak sebagai orang yang syahid.
Imam Musa Bekerja
Imam Musa Al-Kazhim as bercocok tanam sendiri di ladang yang menjadi kekayaan pribadi beliau. Dari hasil cocok tanam itu, Imam membelanjakannya untuk keperluan hidup sehari-hari. Kadang-kadang, kerja keras di ladang membuat seluruh badan beliau basah kuyup dengan peluh.
Suatu hari, salah seorang sahabat Imam yang bernama Ali Bathaini—yang memiliki hubungan kerja dengan Imam—mendatangi beliau di ladang. Ketika ia melihat Imam dalam kepayahan, ia pun menjadi sedih dan berkata, “Semoga jiwaku menjadi tebusanmu wahai Imam, mengapa Anda tidak membiarkan orang lain untuk melakukan pekerjaan ini?”
Imam menjawab, “Mengapa aku harus membebankan pekerjaan ini ke pundak orang lain sementara mereka lebih baik dalam melakukan pekerjaan ini daripada aku.”
Aku bertanya, “Siapakah mereka itu?”
Imam berkata, “Rasulullah saw, Amirul mukminin Ali as, ayahandaku, dan datukku.”
Bekerja dan berpeluh adalah sunah para nabi, para Imam, dan para hamba Allah yang saleh. Mereka ini senantiasa bekerja dan bersusah payah. Mereka memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan hasil kerja yang mereka usahakan sendiri.
Mutiara Hadis Imam Musa Al-Kazhim
• “Katakan yang hak, walaupun akan mendatangkan kerugian kepadamu.”
• “Jika engkau menjadi seorang pemimpin yang bertakwa, maka seharusnya engkau bersyukur kepada Allah atas anugerah ini.”
• “Bersikaplah tegas dan keras terhadap orang-orang zalim sehingga engkau dapat merebut hak orang-orang mazlum (yang teraniaya) darinya.”
• “Kebaikan yang utama adalah menolong orang-orang yang tertindas.”
• “Dunia ini berkulit halus dan cantik, ibarat seekor ular. Namun, ia menyimpan racun pembunuh di dalamnya.”
Kezuhudan dan Ibadah
Imam Musa Al-Kazhim as sangat terkenal dengan kezuhudan dan ibadahnya sehingga di mana pun orang bercerita tentang beliau, mereka pasti berkomentar, “Beliau adalah seorang pecinta ibadah.” Syaikh Mufid menulis tentang Imam as, “Di zaman itu, beliau adalah orang yang paling saleh dan bertakwa. Pada malam harinya, beliau larut dalam shalat. Bilamana melaksanakan sujud, beliau senantiasa memanjangkannya sementara air matanya luruh hingga membasahi janggut beliau.” Syablanji, seorang ulama Ahlusunah menulis, “Imam Musa Al-Kazhim as adalah orang yang paling bertakwa dan zuhud pada zamannya. Beliau sangat arif, bijaksana, pemurah, dan pengasih kepada siapa saja. Beliau membantu dan merawat orang-orang yang malang. Waktunya banyak dihabiskan untuk mengerjakan ibadah tanpa diketahui oleh orang banyak. Beliau berkata, ‘Ya Allah, mudahkanlah kematianku dan ampuni dosa-dosaku saat aku dihadapkan pada-Mu di Hari Kiamat.’” Imam Musa as merupakan seorang pecinta Tuhan sejati sehingga membuat orang-orang menjadi takjub dan terheran-heran. Sampai-sampai beliau pernah membuat Fadhl, si kepala penjara ikut menangis. Begitu pula pelayan wanita khusus Khalifah Harun yang diutus ke penjara untuk menggoda Imam as, dan membuat beliau tertarik kepadanya sehingga Harun menemukan alasan untuk menghukum beliau. Di dalam penjara, pelayan wanita itu malah terpukau oleh perangai Imam, sehingga ia kembali menghadap Harun dalam keadaan menangis, dan menyatakan keberatannya atas keputusan Harun memenjarakan Imam as.
Nama : Musa.
Gelar : Al-Kazhim.
Panggilan : Abul Hasan.
Ayah : Imam Ja’far as.
Ibu : Hamidah.
Kelahiran : Abwa’, 7 Safar 120 H.
Masa Imamah : 35 Tahun.
Usia : 54 Tahun.
Kesyahidan :Tahun 182 H.
Makam : Kazhimain, Irak.
Melihat pengaruh besar beliau di tengah-tengah pendukungnya, Harun al-Rasyid merasa cemas dan kemudian memenjarakan beliau tanpa atasan dan bukti apapun. Di dalam penjara inilah waktunya dihabiskan untuk beribadah dan berdakwah di sana. Suatu ketika Harun al-Rasyid memerintah pengawalnya untuk memasukkan jariah yang cantik ke dalam sel Imam, guna merayu dan menjatuhkan martabatnya. Selang beberapa waktu ternyata Jariah yang cantik itu telah sujud bersama imam serta diriwayatkan bahwa hingga akhir hayatnya jariah tersebut menjadi wanita yang shalehah. Segara cara telah ditempuh, namun imam tetap pada posisinya yang mulia.
Akhirnya, Harun Al-Rasyid tidak punya pilihan lain kecuali membunuhnya. Sanadi bin Sahik yang terkenal bengis dan ingin mendapatkan kedudukan di sisi penguasa Bani Abbas segera menawarkan diri untuk menjadi pelaksana rencana pembunuhan tersebut. Dia kemudian meletakkan racun yang mematikan dalam makanan Imam Musa Al-Kazim. Tak pelak lagi, racun tersebut menjalar ke seluruh tubuh imam, dan imam pun menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Jenazahnya dibiarkan tergeletak dipenjara selama tiga hari yang kemudian dibuang di jembatan al-Karkh, di kota Baghdad. Mendengar berita tentang jenazah imam yang diletakkan di jembatan dan dijadikan bahan olokan oleh pengawal Sanadi bin Sahik, Sulaiman bin Ja’far Al-Manshur kemudian mengambil jenazah tersebut lalu memandikan, mengkafaninya dan melumuri wewangian serta menshalati dan menguburkannya.
Belum pernah ada di Baghdad seseorang yang dikubur yang di hadiri oleh lautan manusia seperti halnya ketika penguburan imam di pemakaman Quraiys. Bintang Ahlu Bait telah pergi untuk selamanya. Kota Baghdad seakan gelap dan gulita, sementara Mûsa bin Ja’far telah pergi dalam keadaan mulia dan terpuji.
Salam sejahtera untukmu di saat kau dilahirkan dan salam untukmu di saat kau dalam kegelapan penjara serta salam sejahtera bagimu saat kau dibangkitkan kelak sebagai orang yang syahid.
Imam Musa Bekerja
Imam Musa Al-Kazhim as bercocok tanam sendiri di ladang yang menjadi kekayaan pribadi beliau. Dari hasil cocok tanam itu, Imam membelanjakannya untuk keperluan hidup sehari-hari. Kadang-kadang, kerja keras di ladang membuat seluruh badan beliau basah kuyup dengan peluh.
Suatu hari, salah seorang sahabat Imam yang bernama Ali Bathaini—yang memiliki hubungan kerja dengan Imam—mendatangi beliau di ladang. Ketika ia melihat Imam dalam kepayahan, ia pun menjadi sedih dan berkata, “Semoga jiwaku menjadi tebusanmu wahai Imam, mengapa Anda tidak membiarkan orang lain untuk melakukan pekerjaan ini?”
Imam menjawab, “Mengapa aku harus membebankan pekerjaan ini ke pundak orang lain sementara mereka lebih baik dalam melakukan pekerjaan ini daripada aku.”
Aku bertanya, “Siapakah mereka itu?”
Imam berkata, “Rasulullah saw, Amirul mukminin Ali as, ayahandaku, dan datukku.”
Bekerja dan berpeluh adalah sunah para nabi, para Imam, dan para hamba Allah yang saleh. Mereka ini senantiasa bekerja dan bersusah payah. Mereka memenuhi kebutuhan sehari-harinya dengan hasil kerja yang mereka usahakan sendiri.
Mutiara Hadis Imam Musa Al-Kazhim
• “Katakan yang hak, walaupun akan mendatangkan kerugian kepadamu.”
• “Jika engkau menjadi seorang pemimpin yang bertakwa, maka seharusnya engkau bersyukur kepada Allah atas anugerah ini.”
• “Bersikaplah tegas dan keras terhadap orang-orang zalim sehingga engkau dapat merebut hak orang-orang mazlum (yang teraniaya) darinya.”
• “Kebaikan yang utama adalah menolong orang-orang yang tertindas.”
• “Dunia ini berkulit halus dan cantik, ibarat seekor ular. Namun, ia menyimpan racun pembunuh di dalamnya.”
Kezuhudan dan Ibadah
Imam Musa Al-Kazhim as sangat terkenal dengan kezuhudan dan ibadahnya sehingga di mana pun orang bercerita tentang beliau, mereka pasti berkomentar, “Beliau adalah seorang pecinta ibadah.” Syaikh Mufid menulis tentang Imam as, “Di zaman itu, beliau adalah orang yang paling saleh dan bertakwa. Pada malam harinya, beliau larut dalam shalat. Bilamana melaksanakan sujud, beliau senantiasa memanjangkannya sementara air matanya luruh hingga membasahi janggut beliau.” Syablanji, seorang ulama Ahlusunah menulis, “Imam Musa Al-Kazhim as adalah orang yang paling bertakwa dan zuhud pada zamannya. Beliau sangat arif, bijaksana, pemurah, dan pengasih kepada siapa saja. Beliau membantu dan merawat orang-orang yang malang. Waktunya banyak dihabiskan untuk mengerjakan ibadah tanpa diketahui oleh orang banyak. Beliau berkata, ‘Ya Allah, mudahkanlah kematianku dan ampuni dosa-dosaku saat aku dihadapkan pada-Mu di Hari Kiamat.’” Imam Musa as merupakan seorang pecinta Tuhan sejati sehingga membuat orang-orang menjadi takjub dan terheran-heran. Sampai-sampai beliau pernah membuat Fadhl, si kepala penjara ikut menangis. Begitu pula pelayan wanita khusus Khalifah Harun yang diutus ke penjara untuk menggoda Imam as, dan membuat beliau tertarik kepadanya sehingga Harun menemukan alasan untuk menghukum beliau. Di dalam penjara, pelayan wanita itu malah terpukau oleh perangai Imam, sehingga ia kembali menghadap Harun dalam keadaan menangis, dan menyatakan keberatannya atas keputusan Harun memenjarakan Imam as.
Senin, 27 Desember 2010
Syarat-syarat nikah Mut'ah
SYARAT-SYARAT DALAM NIKAH MUTÁH
I. Adanya Ijab Qabul dengan menggunakan dua kata yang dapat menunjukan atau menimbulkan pengertian yang dimaksud dan rela dengan pernikahan mut’ah dengan cara yang dimengerti kedua belah pihak. Dengan demikian, maka tidak sah dengan hanya sekedar adanya perasaan rela dalam hati dari kedua belah pihak (suami dan isteri) atau dengan saling memberi (sesuatu) sebagaimana yang berlaku pada kebanyakan akad (transaksi) atau dengan tulisan ataupun pula dengan isyarat (kecuali) bagi orang yang bisu.
II. Mengerti dengan yang dimaksudkan dari kata-kata:
• Aku mut’ahkan (Matta’tu)
• Aku nikahkan (Ankahtu)
• Aku kawinkan ( Zawwajtu)
Dengan demikian, maka tidak sah hanya dengan sekedar menggerakan lidah mengucapkan kata-kata di atas (tanpa mengerti maksudnya) namun harus sadar, bahwa dengan pengucapan kata-kata tersebut memang berkeinginan untuk mewujudkan hubungan perkawinan yang khusus sesuai dengan pengertian nikah mutah. Diperkenankan mempergunakan kata-kata lain yang dapat mengungkapkan pengertian yang sama dengan kata-kata di atas dan bias dimengerti serta diterima oleh yang bersangkutan.
III. Ijab dan Qabul harus dengan bahasa arab bagi yang mampu mengucapkannya walaupun (kedua pihak) melalui sistem perwakilan. Bagi yang tidak mampu berbahasa arab, diperkenankan menggunakan bahasa lain dengan syarat pengertiannya sama dengan yang dimaksud dalam bahasa arabnya.
IV. Pengucapan Ijab dari pihak isteri dan Qabul dari pihak suami bisa dilakukan secara langsung oleh yang bersangkutan atau melalui perwakilan masing-masing.
V. Kalimat Ijab harus mendahului Qabul bila kalimat Qabul mempergunakan lafadz :
• Aku terima ( Qobiltu)
VI. Kalimat Ijab diperkenakan hanya dengan mempergunakan salah satu dari tiga macam lafadz:
• Aku mut’ahkan (Matta’tu)
• Aku nikahkan (Ankahtu)
• Aku kawinkan (Zawwajtu)
Nikah mut’ah menjadi tidak sah bila mempergunakan kalimat yang lain seperti:
• Aku milikkan (Malakktu)
• Aku berikan (Wahabtu)
• Aku sewakan (Ajjartu)
Adapun kalimat Qabul, maka cukup dengan mempergunakan kalimat apa saja yang sekiranya dapat menimbulkan pengertian rasa rela dengan Ijab yang diterimakannya, seperti:
• Aku terima Mut’ah…..(Qabiltu Mut’atah…)
• Aku terima kawin…..(Qabiltu Tazwij…..)
• Aku terima nikah……(Qabiltu Nikahah…..)
Dan pernikahan tetap sah seandainya diringkas saja dengan kalimat seperti:
• Aku terima (Qobiltu)
• Aku rela (Rodhitu)
Seandainya terbalik, suami yang mengucapkan Qabul terlebih dahulu dengan berkata:
“Aku mengawinimu dengan mas kawin sekian…..dan untuk jangka waktu sekian….”.
maka pernikahan tersebut tetap sah.
VII. Menyebutkan Mahar (mas kawin) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak (suami-isteri) dan menentukan kadarnya, baik dari segi bentuknya maupun jumlahnya dengan cara-cara yang dapat menghilangkan kesalah fahaman. Selain itu, mahar tersebut harus milik dari suami itu sendiri yang diperolehnya secara halal baik sedikit ataupun banyak bahkan meskipun berupa segenggam makanan.
VIII. Menyebutkan jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, baik lama maupun sebentar saja dan pula harus disepakati bentuk waktunya, seperti berapa hari, bulan atau tahun secara tegas dan jelas sehingga tidak bisa lebih atau kurang dari jangka waktu yang telah ditentukan tersebut, dan pula harus ditentukan macam kalender yang diinginkan, apakah Masehi atauHijriyah.
IX. Antara suami isteri yang kawin mut’ah tidak boleh masih dalam ikatan muhrim, baik karena adanya nasab dan garis keturunan secara langsung ataupun tidak langsung, seperti Bibi baik dari pihak ibu ataupun bapak, atau karena ikatan mertua seperti ibu isteri, isteri bapak, isteri anak, atau anak tiri yang ibunya telah dikawininya dan disetubuhinya, atau wanita yang masih bersuami atau pula wanita yang sudah dicerai atau ditinggal mati suaminya namun belum habis masa iddahnya.
X. Wanita yang dikawini secara Mut’ah harus ber’iddah terhitung setelah habisnya masa perkawinan yang telah disepakati sebelumnya, atau bila seandainya suaminya telah menghibahkan masa mut’ahnya kepadanya sehingga tanpa perlu adanya perceraian karena si wanita akan langsung berpisah dari suaminya itu dan tidak boleh rujuk kembali, maka dalam hal ini ‘iddahnya adalah sebagai berikut:
a) Apabila si isteri sudah pernah disetubuhi, dan dia bukan anak kecil dan bukan pula wanita tua yang sudah tidak berhaid lagi, maka ‘iddahnya adalah dua kali haid (menstruasi) dengan catatan, bahwa haidnya berlaku secara teratur.
b) Apabila umurnya sudah mencapai masa haid (+ 9 – 10 th), namun belum juga berhaid, maka haidnya adalah 45 hari.
c) Apabila sedang dalam keadaan hamil, maka ‘iddahnya dipilih yang paling lama di antara dua hal:
• Melahirkan
• 4 bulan 10 hari.
Dalam hal ini, Nikah Mut’ah itu sama saja dengan yang berlaku pada nikah biasa. Nikah Mut’ah diperkenankan dengan wanita Ahli kitab. yaitu wanita Nasrani, dan Yahudi, namun tidak diperkenankan dengan wanita musyrik, dan yang telah murtad (keluar) dari Islam.
XI. Pada nikah mut’ah, tidak diperkenankan mengumpulkan (mengawini) dua wanita bersaudara sekaligus, sama seperti yang berlaku pada nikah biasa. Dan juga tidak diperkenankan menikahi seorang Bibi bersama-sama dengan keponakannya, baik dari pihak saudara laki-laki ataupun perempuan kecuali atas izin dan perkenaan dari si bibi tersebut.
XII. Dengan adanya akad nikah, si isteri sudah mempunyai hak pemilikan secara penuh atas mas kawin sehingga bila dia memintanya maka si suami harus segera memberikannya. Kedua belah pihak tidak saling mewarisi harta-benda masing-masing kecuali apabila keduanya sudah membuat persyaratan atau perjanjian sebelumnya pada saat pelaksanaan akad nikah, maka dalam hal ini keduanya mempunyai hak waris sesuai dengan isi persyaratan atau perjanjian yang telah disepakati tersebut.
XIII. Suami tidak wajib memberikan nafkah kepada isteri kecuali bila si isteri telah mensyaratkan adanya nafkah pada saat pelaksanaan akad nikah dan disetujui, maka suami harus memberikan nafkah kepadanya dalam bentuk dan jumlah sesuai dengan isi persyaratan yang telah disetujuinya.
XIV. Pihak yang berhak memberikan akad nikah (isteri) harus sudah baliqh, berakal, mengerti maksudnya dan memang sengaja ingin mengadakan nikah Mut’ah, yakni ketika ia mengatakan kalimat : Matta’tu (Aku mut’ahkan) atau Ankahtu (Aku nikahkan) atau Zawwajtu (Aku kawinkan). Maka ia itu memang berkeinginan untuk mewujudkan nikah mutah yang dimaksud secara nyata dan bukan hanya merupakan ungkapan cerita yang bersifat fiktif (seperti dalam drama). Pihak yang menerima akad nikah (suami) juga harus sudah baliqh, berakal dan ketika mengucapkan kalimat : “Aku terima…’’ Maka, ia harus bersungguh-sungguh memang mau menerima apa yang diucapkan oleh si pemberi akad (isteri) dan berkeinginan untuk mewujudkannya secara nyata. Dalam hal ini, nikah mut’ah tidak berbeda dengan yang berlaku pada nikah biasa.
XV. Masing-masing dari suami isteri yang bersangkutan harus tertentu, dalam arti harus jelas dan tidak kabur dengan orang lain yang bukan pasangannya, baik nama, gelar maupun sifatnya.
XVI. Pelaksanaan Ijab dan Qabul harus berlangsung secara beruntun, dan tidak boleh terpisahkan pada saat pelaksanaan akad nikah dan harus terlaksana tanpa menunggu keberadaan suatu syarat atau terkait dengan datangnya waktu tertentu. Kemudian nikah mutah tersebut bisa terlaksana dengan adanya penyelesaian secara langsung oleh suami isteri yang bersangkutan, dan setelah kedua belah pihak bersepakat perihal penentuan waktu dan mas kawin maka si isteri harus berkata kepada suami (bisa memilih satu dari tiga kalimat berikut) :
Matta’tu nafsi minka = “Aku mut’ahkan diriku kepadamu” atau
Zawwajtu nafsi minka = “Aku kawinkan diriku kepadamu” atau
Ankahtu nafsi minka… ‘ala maharin qodruhu mi’ata dinar minal aan ila asro siniin =
“Aku nikahkan diriku untukmu dengan mas kawin sebesar seratus dinar (misalnya, bisa lebih atau kurang sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak) dari sekarang sampai sepuluh tahun (misalnya, bisa lebih atau kurang sesuai dengan persetujuan dari kedua belah pihak) kemudian suami menjawab (bisa memilih satu dari kalimat berikut ini) :
Qobiltu mut’atah…= Aku terima mut’ahnya…
Qobiltu tazwij….= Aku terima kawinnya….
Qobiltu nikah….linafsi minka ala mahril ma’lum wal ajalil maklum…=
“Aku terima nikahnya…darimu untuk diriku dengan mas kawin dan tempo waktu (sesuai kesepakatan bersama) yang telah dimaklumi”
Akad nikah mut’ah bisa dilaksanakan melalui wakil dari kedua mempelai, atau melalui wali dari masing-masing mempelai, atau pula melalui wakil dari mempelai wanita dengan calon suaminya dan sebaliknya. Pelaksanaan akad nikah melalui perwakilan atau perwalian tersebut tidak berbeda tata-caranya dengan yang dilaksanakan secara langsung oleh kedua mempelai sebagaimana telah disebutkan di atas.
Karya As-Sayid Amir Muhammad Al-Kadzimi Al-Quzwayni
Diterjemahkan dari buku “Al-Mut’ah Baina Al-Ibaahah wal Hurmah
I. Adanya Ijab Qabul dengan menggunakan dua kata yang dapat menunjukan atau menimbulkan pengertian yang dimaksud dan rela dengan pernikahan mut’ah dengan cara yang dimengerti kedua belah pihak. Dengan demikian, maka tidak sah dengan hanya sekedar adanya perasaan rela dalam hati dari kedua belah pihak (suami dan isteri) atau dengan saling memberi (sesuatu) sebagaimana yang berlaku pada kebanyakan akad (transaksi) atau dengan tulisan ataupun pula dengan isyarat (kecuali) bagi orang yang bisu.
II. Mengerti dengan yang dimaksudkan dari kata-kata:
• Aku mut’ahkan (Matta’tu)
• Aku nikahkan (Ankahtu)
• Aku kawinkan ( Zawwajtu)
Dengan demikian, maka tidak sah hanya dengan sekedar menggerakan lidah mengucapkan kata-kata di atas (tanpa mengerti maksudnya) namun harus sadar, bahwa dengan pengucapan kata-kata tersebut memang berkeinginan untuk mewujudkan hubungan perkawinan yang khusus sesuai dengan pengertian nikah mutah. Diperkenankan mempergunakan kata-kata lain yang dapat mengungkapkan pengertian yang sama dengan kata-kata di atas dan bias dimengerti serta diterima oleh yang bersangkutan.
III. Ijab dan Qabul harus dengan bahasa arab bagi yang mampu mengucapkannya walaupun (kedua pihak) melalui sistem perwakilan. Bagi yang tidak mampu berbahasa arab, diperkenankan menggunakan bahasa lain dengan syarat pengertiannya sama dengan yang dimaksud dalam bahasa arabnya.
IV. Pengucapan Ijab dari pihak isteri dan Qabul dari pihak suami bisa dilakukan secara langsung oleh yang bersangkutan atau melalui perwakilan masing-masing.
V. Kalimat Ijab harus mendahului Qabul bila kalimat Qabul mempergunakan lafadz :
• Aku terima ( Qobiltu)
VI. Kalimat Ijab diperkenakan hanya dengan mempergunakan salah satu dari tiga macam lafadz:
• Aku mut’ahkan (Matta’tu)
• Aku nikahkan (Ankahtu)
• Aku kawinkan (Zawwajtu)
Nikah mut’ah menjadi tidak sah bila mempergunakan kalimat yang lain seperti:
• Aku milikkan (Malakktu)
• Aku berikan (Wahabtu)
• Aku sewakan (Ajjartu)
Adapun kalimat Qabul, maka cukup dengan mempergunakan kalimat apa saja yang sekiranya dapat menimbulkan pengertian rasa rela dengan Ijab yang diterimakannya, seperti:
• Aku terima Mut’ah…..(Qabiltu Mut’atah…)
• Aku terima kawin…..(Qabiltu Tazwij…..)
• Aku terima nikah……(Qabiltu Nikahah…..)
Dan pernikahan tetap sah seandainya diringkas saja dengan kalimat seperti:
• Aku terima (Qobiltu)
• Aku rela (Rodhitu)
Seandainya terbalik, suami yang mengucapkan Qabul terlebih dahulu dengan berkata:
“Aku mengawinimu dengan mas kawin sekian…..dan untuk jangka waktu sekian….”.
maka pernikahan tersebut tetap sah.
VII. Menyebutkan Mahar (mas kawin) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak (suami-isteri) dan menentukan kadarnya, baik dari segi bentuknya maupun jumlahnya dengan cara-cara yang dapat menghilangkan kesalah fahaman. Selain itu, mahar tersebut harus milik dari suami itu sendiri yang diperolehnya secara halal baik sedikit ataupun banyak bahkan meskipun berupa segenggam makanan.
VIII. Menyebutkan jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, baik lama maupun sebentar saja dan pula harus disepakati bentuk waktunya, seperti berapa hari, bulan atau tahun secara tegas dan jelas sehingga tidak bisa lebih atau kurang dari jangka waktu yang telah ditentukan tersebut, dan pula harus ditentukan macam kalender yang diinginkan, apakah Masehi atauHijriyah.
IX. Antara suami isteri yang kawin mut’ah tidak boleh masih dalam ikatan muhrim, baik karena adanya nasab dan garis keturunan secara langsung ataupun tidak langsung, seperti Bibi baik dari pihak ibu ataupun bapak, atau karena ikatan mertua seperti ibu isteri, isteri bapak, isteri anak, atau anak tiri yang ibunya telah dikawininya dan disetubuhinya, atau wanita yang masih bersuami atau pula wanita yang sudah dicerai atau ditinggal mati suaminya namun belum habis masa iddahnya.
X. Wanita yang dikawini secara Mut’ah harus ber’iddah terhitung setelah habisnya masa perkawinan yang telah disepakati sebelumnya, atau bila seandainya suaminya telah menghibahkan masa mut’ahnya kepadanya sehingga tanpa perlu adanya perceraian karena si wanita akan langsung berpisah dari suaminya itu dan tidak boleh rujuk kembali, maka dalam hal ini ‘iddahnya adalah sebagai berikut:
a) Apabila si isteri sudah pernah disetubuhi, dan dia bukan anak kecil dan bukan pula wanita tua yang sudah tidak berhaid lagi, maka ‘iddahnya adalah dua kali haid (menstruasi) dengan catatan, bahwa haidnya berlaku secara teratur.
b) Apabila umurnya sudah mencapai masa haid (+ 9 – 10 th), namun belum juga berhaid, maka haidnya adalah 45 hari.
c) Apabila sedang dalam keadaan hamil, maka ‘iddahnya dipilih yang paling lama di antara dua hal:
• Melahirkan
• 4 bulan 10 hari.
Dalam hal ini, Nikah Mut’ah itu sama saja dengan yang berlaku pada nikah biasa. Nikah Mut’ah diperkenankan dengan wanita Ahli kitab. yaitu wanita Nasrani, dan Yahudi, namun tidak diperkenankan dengan wanita musyrik, dan yang telah murtad (keluar) dari Islam.
XI. Pada nikah mut’ah, tidak diperkenankan mengumpulkan (mengawini) dua wanita bersaudara sekaligus, sama seperti yang berlaku pada nikah biasa. Dan juga tidak diperkenankan menikahi seorang Bibi bersama-sama dengan keponakannya, baik dari pihak saudara laki-laki ataupun perempuan kecuali atas izin dan perkenaan dari si bibi tersebut.
XII. Dengan adanya akad nikah, si isteri sudah mempunyai hak pemilikan secara penuh atas mas kawin sehingga bila dia memintanya maka si suami harus segera memberikannya. Kedua belah pihak tidak saling mewarisi harta-benda masing-masing kecuali apabila keduanya sudah membuat persyaratan atau perjanjian sebelumnya pada saat pelaksanaan akad nikah, maka dalam hal ini keduanya mempunyai hak waris sesuai dengan isi persyaratan atau perjanjian yang telah disepakati tersebut.
XIII. Suami tidak wajib memberikan nafkah kepada isteri kecuali bila si isteri telah mensyaratkan adanya nafkah pada saat pelaksanaan akad nikah dan disetujui, maka suami harus memberikan nafkah kepadanya dalam bentuk dan jumlah sesuai dengan isi persyaratan yang telah disetujuinya.
XIV. Pihak yang berhak memberikan akad nikah (isteri) harus sudah baliqh, berakal, mengerti maksudnya dan memang sengaja ingin mengadakan nikah Mut’ah, yakni ketika ia mengatakan kalimat : Matta’tu (Aku mut’ahkan) atau Ankahtu (Aku nikahkan) atau Zawwajtu (Aku kawinkan). Maka ia itu memang berkeinginan untuk mewujudkan nikah mutah yang dimaksud secara nyata dan bukan hanya merupakan ungkapan cerita yang bersifat fiktif (seperti dalam drama). Pihak yang menerima akad nikah (suami) juga harus sudah baliqh, berakal dan ketika mengucapkan kalimat : “Aku terima…’’ Maka, ia harus bersungguh-sungguh memang mau menerima apa yang diucapkan oleh si pemberi akad (isteri) dan berkeinginan untuk mewujudkannya secara nyata. Dalam hal ini, nikah mut’ah tidak berbeda dengan yang berlaku pada nikah biasa.
XV. Masing-masing dari suami isteri yang bersangkutan harus tertentu, dalam arti harus jelas dan tidak kabur dengan orang lain yang bukan pasangannya, baik nama, gelar maupun sifatnya.
XVI. Pelaksanaan Ijab dan Qabul harus berlangsung secara beruntun, dan tidak boleh terpisahkan pada saat pelaksanaan akad nikah dan harus terlaksana tanpa menunggu keberadaan suatu syarat atau terkait dengan datangnya waktu tertentu. Kemudian nikah mutah tersebut bisa terlaksana dengan adanya penyelesaian secara langsung oleh suami isteri yang bersangkutan, dan setelah kedua belah pihak bersepakat perihal penentuan waktu dan mas kawin maka si isteri harus berkata kepada suami (bisa memilih satu dari tiga kalimat berikut) :
Matta’tu nafsi minka = “Aku mut’ahkan diriku kepadamu” atau
Zawwajtu nafsi minka = “Aku kawinkan diriku kepadamu” atau
Ankahtu nafsi minka… ‘ala maharin qodruhu mi’ata dinar minal aan ila asro siniin =
“Aku nikahkan diriku untukmu dengan mas kawin sebesar seratus dinar (misalnya, bisa lebih atau kurang sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak) dari sekarang sampai sepuluh tahun (misalnya, bisa lebih atau kurang sesuai dengan persetujuan dari kedua belah pihak) kemudian suami menjawab (bisa memilih satu dari kalimat berikut ini) :
Qobiltu mut’atah…= Aku terima mut’ahnya…
Qobiltu tazwij….= Aku terima kawinnya….
Qobiltu nikah….linafsi minka ala mahril ma’lum wal ajalil maklum…=
“Aku terima nikahnya…darimu untuk diriku dengan mas kawin dan tempo waktu (sesuai kesepakatan bersama) yang telah dimaklumi”
Akad nikah mut’ah bisa dilaksanakan melalui wakil dari kedua mempelai, atau melalui wali dari masing-masing mempelai, atau pula melalui wakil dari mempelai wanita dengan calon suaminya dan sebaliknya. Pelaksanaan akad nikah melalui perwakilan atau perwalian tersebut tidak berbeda tata-caranya dengan yang dilaksanakan secara langsung oleh kedua mempelai sebagaimana telah disebutkan di atas.
Karya As-Sayid Amir Muhammad Al-Kadzimi Al-Quzwayni
Diterjemahkan dari buku “Al-Mut’ah Baina Al-Ibaahah wal Hurmah
Kamis, 07 Oktober 2010
3 Masalah Yang Timbul Karena Salah Pilih Sepatu
Jakarta - Banyak alasan Anda saat memilih sepatu. Model, bentuk dan harga seringkali jadi pertimbangan. Namun jangan sepelekan masalah kesehatan.
Seringkali model yang keren serta harga yang terjangkau membuat kita tak memperdulikan kualitas sepatu. Padahal, kualitas sepatu yang buruk bisa berbahaya bagi Anda.
Berikut beberapa masalah yang timbul karena salah memilih sepatu seperti dikutip dari Helium.
1. Kapalan (Penebalan kulit)
Kapalan alias penebalan kulit dapat terjadi jika kita memilih sepatu yang tidak tepat. Jika Anda salah memilih model atau ukuran sepatu, kulit kaki Anda akan bergesekan dengan kulit sepatu. Tak jarang gesekan itu juga terjadi antara jari-jari kaki Anda. Gesekan terus menerus itu yang menyebabkan kapalan serta penebalan kulit.
2. Heel Spur (Penumbuhan tulang)
Heel Spur adalah penumbuhan tulang kecil yang menyerupai duri di bagian tumit. Hal ini disebabkan oleh peradangan yang menstimulasi sel-sel dalam tubuh membentuk tulang yang baru. Bentuk sol sepatu yang tidak baik dapat memicu peradangan tersebut.
Akibat dari hell spur, akan terjadi rasa nyeri juga pembengkakan di sekitar pergelangan kaki.
3. Kuku tumbuh ke dalam
Salah memilih bentuk dan ukuran sepatu juga bisa merusak kuku kaki Anda. Tekanan yang disebabkan oleh ujung sepatu memaksa kuku untuk tidak tumbuh. Pertumbuhan kuku kaki Anda menjadi tidak normal, karena arahnya ke dalam.
Tadi adalah sedikit dari berbagai masalah yang bisa timbul karena Anda salah memilih sepatu. Nyeri punggung, saraf kaki yang rusak serta risiko kaki terkilir tentunya tak bisa dilupakan begitu saja.
Untuk itu, jangan lagi asal pilih. Sayangi diri Anda dengan menggunakan sepatu yang indah juga sehat.
(kee/kee)
KONSEP BELAJAR KOGNITIVISME
KONSEP BELAJAR KOGNITIVISME
2.1 Definisi Teori Belajar Kognitivisme
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu:
1. enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek;
2. iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar; dan
3. symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak
2.2 Prinsip-Prinsip Konsep Belajar Kognitivisme
Prinsip-prinsip teori belajar bermakna Ausebel ini dapat diterapkan dalam
proes belajar mengajar melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan dan struktur kognitifnya melalui tes awal, interview, review , pertanyaanpertanyaan dan lain-lain tehnik;
2. memilih materi-materi kunci, lalu menyajikannya dimulai dengan contoh-contoh kongkrit dan kontraversial;
3. mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasi dari materi baru itu;
4. menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari,
5. memakai advance organizers;
6. mengajar peserta didik memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada dengan memberikan fokus pada hubungan-hubungan yang ada
Menurut Hartley & Davies (1978), prinsip-prinsip kognitifisme dari beberapa contoh diatas banyak diterapkan dalam dunia pendidikan khususnya dalam melaksanakan kegiatan perancangan pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah
1. Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu;
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari yang sederhana ke yang rumit. Untuk dapat melakukan tugas dengan baik peserta didik harus lebih tahu tugas-tugas yang bersifat lebih sederhana;
3. Belajar dengan memahami lebih baik dari pada menghapal tanpa pengertian. Sesuatu yang baru harus sesuai dengan apa yang telah diketahui siswa sebelumnya. Tugas guru disini adalah menunjukkan hubungan apa yang telah diketahui sebelumnya;
4. Adanya perbedaan individu pada siswa harus diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Perbedaan ini meliputi kemampuan intelektual, kepribadian, kebutuhan akan suskses dan lain-lain. (dalam Toeti Soekamto 1992:36)
Peranan Model Kognitivisme dalam Pembelajaran
Belajar : Belajar kognitif
Karakteristik Teori :
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan didalam dirinya.
Belajar : Kognitif Bruner
Karakteristik Teori :
Model ini sangat membebaskan peserta didik untuk belajar sendiri. Teori ini mengarahkan peserta didik untuk belajar secara discovery learning.
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Memilih materi pelajaran
3. Menentukan topik-topik yang akan dipeserta didiki
4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi dsbnya., yang dapat digunakan peserta didik untuk bahan belajar
5. Mengatur topik peserta didik dari konsep yang paling kongkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana ke kompleks
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
Belajar : Bermakna Ausubel
Karakteristik Teori :
Dalam aplikasinya menuntut peserta didik belajar secara deduktif (dari umum ke khusus) dan lebih mementingkan aspek struktur kognitif peserta didik.
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Mengukur kesiapan peserta didik (minat, kemampuan, struktur kognitif)baik melalui tes awal, interviw, pertanyaan dll.
3. Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci
4. Mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang harus dikuasai peserta didik dari materi tsb.
5. Menyajikan suatu pandangan secara menyelurh tentang apa yang harus dikuasai pesertadidik.
6. Membuat dan menggunakan "advanced organizer" paling tidak dengan cara membuat rangkuman terhadap materi yang baru disajikan, dilengkapi dengan uraian singkat yang menunjukkan relevansi (keterkaiatan) materi yang sudah diberikan dengan yang akan diberikan.
7. Mengajar peserta didik untuk memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan dengan memberi fokus pada hubungan yang terjalin antara konsep yang ada
8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
2.4 Teori Perkembangan Model Kognitivisme
Berpijak pada tiga teori belajar seperti dijelaskan di atas, maka dalam pengembangan model pembelajaran harus selaras dengan teori belajar yang dianut. Dengan kata lain, apabila kita menganut teori behaviorisme, maka model pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya adalah model pembelajaran yang tergolong pada kelompok perilaku. Untuk penganut teori kognitivisme, model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran yang mengarah pada proses pengolahan informasi. Adapun untuk yang menganut teori belajar konstruktivisme, maka model pembelajaran yang dikembangkan adalah model pembelajaran yang bersifat interaktif dan model pembelajaran yang berpusat pada masalah. Hal ini didasarkan pada salah satu prinsip yang dianut oleh konstruktivisme, yaitu bahwa setiap siswa menstruktur pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman dan hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar. Jadi pengetahuan itu tidak begitu saja diberikan oleh guru.
2.1 Definisi Teori Belajar Kognitivisme
Model kognitif mulai berkembang pada abad terakhir sebagai protes terhadap teori perilaku yang yang telah berkembang sebelumnya. Model kognitif ini memiliki perspektif bahwa para peserta didik memproses infromasi dan pelajaran melalui upayanya mengorganisir, menyimpan, dan kemudian menemukan hubungan antara pengetahuan yang baru dengan pengetahuan yang telah ada. Model ini menekankan pada bagaimana informasi diproses.
Peneliti yang mengembangkan kognitif ini adalah Ausubel, Bruner, dan Gagne. Dari ketiga peneliti ini, masing-masing memiliki penekanan yang berbeda. Ausubel menekankan pada apsek pengelolaan (organizer) yang memiliki pengaruh utama terhadap belajar. Menurut Ausubel, konsep tersebut dimaksudkan untuk penyiapan struktur kognitif peserta didik untuk pengalaman belajar. Bruner bekerja pada pengelompokkan atau penyediaan bentuk konsep sebagai suatu jawaban atas bagaimana peserta didik memperoleh informasi dari lingkungan. Bruner mengembangkan teorinya tentang perkembangan intelektual, yaitu:
1. enactive, dimana seorang peserta didik belajar tentang dunia melalui tindakannya pada objek;
2. iconic, dimana belajar terjadi melalui penggunaan model dan gambar; dan
3. symbolic yang mendeskripsikan kapasitas dalam berfikir abstrak
2.2 Prinsip-Prinsip Konsep Belajar Kognitivisme
Prinsip-prinsip teori belajar bermakna Ausebel ini dapat diterapkan dalam
proes belajar mengajar melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. mengukur kesiapan peserta didik seperti minat, kemampuan dan struktur kognitifnya melalui tes awal, interview, review , pertanyaanpertanyaan dan lain-lain tehnik;
2. memilih materi-materi kunci, lalu menyajikannya dimulai dengan contoh-contoh kongkrit dan kontraversial;
3. mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus dikuasi dari materi baru itu;
4. menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh tentang apa yang harus dipelajari,
5. memakai advance organizers;
6. mengajar peserta didik memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang ada dengan memberikan fokus pada hubungan-hubungan yang ada
Menurut Hartley & Davies (1978), prinsip-prinsip kognitifisme dari beberapa contoh diatas banyak diterapkan dalam dunia pendidikan khususnya dalam melaksanakan kegiatan perancangan pembelajaran. Prinsip-prinsip tersebut adalah
1. Peserta didik akan lebih mampu mengingat dan memahami sesuatu apabila pelajaran tersebut disusun berdasarkan pola dan logika tertentu;
2. Penyusunan materi pelajaran harus dari yang sederhana ke yang rumit. Untuk dapat melakukan tugas dengan baik peserta didik harus lebih tahu tugas-tugas yang bersifat lebih sederhana;
3. Belajar dengan memahami lebih baik dari pada menghapal tanpa pengertian. Sesuatu yang baru harus sesuai dengan apa yang telah diketahui siswa sebelumnya. Tugas guru disini adalah menunjukkan hubungan apa yang telah diketahui sebelumnya;
4. Adanya perbedaan individu pada siswa harus diperhatikan karena faktor ini sangat mempengaruhi proses belajar siswa. Perbedaan ini meliputi kemampuan intelektual, kepribadian, kebutuhan akan suskses dan lain-lain. (dalam Toeti Soekamto 1992:36)
Peranan Model Kognitivisme dalam Pembelajaran
Belajar : Belajar kognitif
Karakteristik Teori :
Belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman.
Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan didalam dirinya.
Belajar : Kognitif Bruner
Karakteristik Teori :
Model ini sangat membebaskan peserta didik untuk belajar sendiri. Teori ini mengarahkan peserta didik untuk belajar secara discovery learning.
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Memilih materi pelajaran
3. Menentukan topik-topik yang akan dipeserta didiki
4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi dsbnya., yang dapat digunakan peserta didik untuk bahan belajar
5. Mengatur topik peserta didik dari konsep yang paling kongkrit ke yang abstrak, dari yang sederhana ke kompleks
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
Belajar : Bermakna Ausubel
Karakteristik Teori :
Dalam aplikasinya menuntut peserta didik belajar secara deduktif (dari umum ke khusus) dan lebih mementingkan aspek struktur kognitif peserta didik.
Langkah penerapan dalam pembelajaran :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional
2. Mengukur kesiapan peserta didik (minat, kemampuan, struktur kognitif)baik melalui tes awal, interviw, pertanyaan dll.
3. Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam bentuk penyajian konsep-konsep kunci
4. Mengidentifikasikan prinsip-prinsip yang harus dikuasai peserta didik dari materi tsb.
5. Menyajikan suatu pandangan secara menyelurh tentang apa yang harus dikuasai pesertadidik.
6. Membuat dan menggunakan "advanced organizer" paling tidak dengan cara membuat rangkuman terhadap materi yang baru disajikan, dilengkapi dengan uraian singkat yang menunjukkan relevansi (keterkaiatan) materi yang sudah diberikan dengan yang akan diberikan.
7. Mengajar peserta didik untuk memahami konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang sudah ditentukan dengan memberi fokus pada hubungan yang terjalin antara konsep yang ada
8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar
2.4 Teori Perkembangan Model Kognitivisme
Berpijak pada tiga teori belajar seperti dijelaskan di atas, maka dalam pengembangan model pembelajaran harus selaras dengan teori belajar yang dianut. Dengan kata lain, apabila kita menganut teori behaviorisme, maka model pembelajaran yang dapat digunakan diantaranya adalah model pembelajaran yang tergolong pada kelompok perilaku. Untuk penganut teori kognitivisme, model pembelajaran yang dapat digunakan adalah model pembelajaran yang mengarah pada proses pengolahan informasi. Adapun untuk yang menganut teori belajar konstruktivisme, maka model pembelajaran yang dikembangkan adalah model pembelajaran yang bersifat interaktif dan model pembelajaran yang berpusat pada masalah. Hal ini didasarkan pada salah satu prinsip yang dianut oleh konstruktivisme, yaitu bahwa setiap siswa menstruktur pengetahuannya sendiri berdasarkan pengalaman dan hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar. Jadi pengetahuan itu tidak begitu saja diberikan oleh guru.
Langganan:
Postingan (Atom)