Senin, 27 Desember 2010

Syarat-syarat nikah Mut'ah

SYARAT-SYARAT DALAM NIKAH MUTÁH

I. Adanya Ijab Qabul dengan menggunakan dua kata yang dapat menunjukan atau menimbulkan pengertian yang dimaksud dan rela dengan pernikahan mut’ah dengan cara yang dimengerti kedua belah pihak. Dengan demikian, maka tidak sah dengan hanya sekedar adanya perasaan rela dalam hati dari kedua belah pihak (suami dan isteri) atau dengan saling memberi (sesuatu) sebagaimana yang berlaku pada kebanyakan akad (transaksi) atau dengan tulisan ataupun pula dengan isyarat (kecuali) bagi orang yang bisu.

II. Mengerti dengan yang dimaksudkan dari kata-kata:
• Aku mut’ahkan (Matta’tu)
• Aku nikahkan (Ankahtu)
• Aku kawinkan ( Zawwajtu)

Dengan demikian, maka tidak sah hanya dengan sekedar menggerakan lidah mengucapkan kata-kata di atas (tanpa mengerti maksudnya) namun harus sadar, bahwa dengan pengucapan kata-kata tersebut memang berkeinginan untuk mewujudkan hubungan perkawinan yang khusus sesuai dengan pengertian nikah mutah. Diperkenankan mempergunakan kata-kata lain yang dapat mengungkapkan pengertian yang sama dengan kata-kata di atas dan bias dimengerti serta diterima oleh yang bersangkutan.
III. Ijab dan Qabul harus dengan bahasa arab bagi yang mampu mengucapkannya walaupun (kedua pihak) melalui sistem perwakilan. Bagi yang tidak mampu berbahasa arab, diperkenankan menggunakan bahasa lain dengan syarat pengertiannya sama dengan yang dimaksud dalam bahasa arabnya.

IV. Pengucapan Ijab dari pihak isteri dan Qabul dari pihak suami bisa dilakukan secara langsung oleh yang bersangkutan atau melalui perwakilan masing-masing.

V. Kalimat Ijab harus mendahului Qabul bila kalimat Qabul mempergunakan lafadz :
• Aku terima ( Qobiltu)

VI. Kalimat Ijab diperkenakan hanya dengan mempergunakan salah satu dari tiga macam lafadz:
• Aku mut’ahkan (Matta’tu)
• Aku nikahkan (Ankahtu)
• Aku kawinkan (Zawwajtu)
Nikah mut’ah menjadi tidak sah bila mempergunakan kalimat yang lain seperti:
• Aku milikkan (Malakktu)
• Aku berikan (Wahabtu)
• Aku sewakan (Ajjartu)
Adapun kalimat Qabul, maka cukup dengan mempergunakan kalimat apa saja yang sekiranya dapat menimbulkan pengertian rasa rela dengan Ijab yang diterimakannya, seperti:
• Aku terima Mut’ah…..(Qabiltu Mut’atah…)
• Aku terima kawin…..(Qabiltu Tazwij…..)
• Aku terima nikah……(Qabiltu Nikahah…..)
Dan pernikahan tetap sah seandainya diringkas saja dengan kalimat seperti:
• Aku terima (Qobiltu)
• Aku rela (Rodhitu)
Seandainya terbalik, suami yang mengucapkan Qabul terlebih dahulu dengan berkata:
“Aku mengawinimu dengan mas kawin sekian…..dan untuk jangka waktu sekian….”.
maka pernikahan tersebut tetap sah.
VII. Menyebutkan Mahar (mas kawin) yang telah disepakati oleh kedua belah pihak (suami-isteri) dan menentukan kadarnya, baik dari segi bentuknya maupun jumlahnya dengan cara-cara yang dapat menghilangkan kesalah fahaman. Selain itu, mahar tersebut harus milik dari suami itu sendiri yang diperolehnya secara halal baik sedikit ataupun banyak bahkan meskipun berupa segenggam makanan.

VIII. Menyebutkan jangka waktu yang telah disepakati oleh kedua belah pihak, baik lama maupun sebentar saja dan pula harus disepakati bentuk waktunya, seperti berapa hari, bulan atau tahun secara tegas dan jelas sehingga tidak bisa lebih atau kurang dari jangka waktu yang telah ditentukan tersebut, dan pula harus ditentukan macam kalender yang diinginkan, apakah Masehi atauHijriyah.

IX. Antara suami isteri yang kawin mut’ah tidak boleh masih dalam ikatan muhrim, baik karena adanya nasab dan garis keturunan secara langsung ataupun tidak langsung, seperti Bibi baik dari pihak ibu ataupun bapak, atau karena ikatan mertua seperti ibu isteri, isteri bapak, isteri anak, atau anak tiri yang ibunya telah dikawininya dan disetubuhinya, atau wanita yang masih bersuami atau pula wanita yang sudah dicerai atau ditinggal mati suaminya namun belum habis masa iddahnya.

X. Wanita yang dikawini secara Mut’ah harus ber’iddah terhitung setelah habisnya masa perkawinan yang telah disepakati sebelumnya, atau bila seandainya suaminya telah menghibahkan masa mut’ahnya kepadanya sehingga tanpa perlu adanya perceraian karena si wanita akan langsung berpisah dari suaminya itu dan tidak boleh rujuk kembali, maka dalam hal ini ‘iddahnya adalah sebagai berikut:

a) Apabila si isteri sudah pernah disetubuhi, dan dia bukan anak kecil dan bukan pula wanita tua yang sudah tidak berhaid lagi, maka ‘iddahnya adalah dua kali haid (menstruasi) dengan catatan, bahwa haidnya berlaku secara teratur.
b) Apabila umurnya sudah mencapai masa haid (+ 9 – 10 th), namun belum juga berhaid, maka haidnya adalah 45 hari.
c) Apabila sedang dalam keadaan hamil, maka ‘iddahnya dipilih yang paling lama di antara dua hal:
• Melahirkan
• 4 bulan 10 hari.
Dalam hal ini, Nikah Mut’ah itu sama saja dengan yang berlaku pada nikah biasa. Nikah Mut’ah diperkenankan dengan wanita Ahli kitab. yaitu wanita Nasrani, dan Yahudi, namun tidak diperkenankan dengan wanita musyrik, dan yang telah murtad (keluar) dari Islam.
XI. Pada nikah mut’ah, tidak diperkenankan mengumpulkan (mengawini) dua wanita bersaudara sekaligus, sama seperti yang berlaku pada nikah biasa. Dan juga tidak diperkenankan menikahi seorang Bibi bersama-sama dengan keponakannya, baik dari pihak saudara laki-laki ataupun perempuan kecuali atas izin dan perkenaan dari si bibi tersebut.

XII. Dengan adanya akad nikah, si isteri sudah mempunyai hak pemilikan secara penuh atas mas kawin sehingga bila dia memintanya maka si suami harus segera memberikannya. Kedua belah pihak tidak saling mewarisi harta-benda masing-masing kecuali apabila keduanya sudah membuat persyaratan atau perjanjian sebelumnya pada saat pelaksanaan akad nikah, maka dalam hal ini keduanya mempunyai hak waris sesuai dengan isi persyaratan atau perjanjian yang telah disepakati tersebut.

XIII. Suami tidak wajib memberikan nafkah kepada isteri kecuali bila si isteri telah mensyaratkan adanya nafkah pada saat pelaksanaan akad nikah dan disetujui, maka suami harus memberikan nafkah kepadanya dalam bentuk dan jumlah sesuai dengan isi persyaratan yang telah disetujuinya.

XIV. Pihak yang berhak memberikan akad nikah (isteri) harus sudah baliqh, berakal, mengerti maksudnya dan memang sengaja ingin mengadakan nikah Mut’ah, yakni ketika ia mengatakan kalimat : Matta’tu (Aku mut’ahkan) atau Ankahtu (Aku nikahkan) atau Zawwajtu (Aku kawinkan). Maka ia itu memang berkeinginan untuk mewujudkan nikah mutah yang dimaksud secara nyata dan bukan hanya merupakan ungkapan cerita yang bersifat fiktif (seperti dalam drama). Pihak yang menerima akad nikah (suami) juga harus sudah baliqh, berakal dan ketika mengucapkan kalimat : “Aku terima…’’ Maka, ia harus bersungguh-sungguh memang mau menerima apa yang diucapkan oleh si pemberi akad (isteri) dan berkeinginan untuk mewujudkannya secara nyata. Dalam hal ini, nikah mut’ah tidak berbeda dengan yang berlaku pada nikah biasa.

XV. Masing-masing dari suami isteri yang bersangkutan harus tertentu, dalam arti harus jelas dan tidak kabur dengan orang lain yang bukan pasangannya, baik nama, gelar maupun sifatnya.

XVI. Pelaksanaan Ijab dan Qabul harus berlangsung secara beruntun, dan tidak boleh terpisahkan pada saat pelaksanaan akad nikah dan harus terlaksana tanpa menunggu keberadaan suatu syarat atau terkait dengan datangnya waktu tertentu. Kemudian nikah mutah tersebut bisa terlaksana dengan adanya penyelesaian secara langsung oleh suami isteri yang bersangkutan, dan setelah kedua belah pihak bersepakat perihal penentuan waktu dan mas kawin maka si isteri harus berkata kepada suami (bisa memilih satu dari tiga kalimat berikut) :
Matta’tu nafsi minka = “Aku mut’ahkan diriku kepadamu” atau
Zawwajtu nafsi minka = “Aku kawinkan diriku kepadamu” atau
Ankahtu nafsi minka… ‘ala maharin qodruhu mi’ata dinar minal aan ila asro siniin =
“Aku nikahkan diriku untukmu dengan mas kawin sebesar seratus dinar (misalnya, bisa lebih atau kurang sesuai dengan persetujuan kedua belah pihak) dari sekarang sampai sepuluh tahun (misalnya, bisa lebih atau kurang sesuai dengan persetujuan dari kedua belah pihak) kemudian suami menjawab (bisa memilih satu dari kalimat berikut ini) :
Qobiltu mut’atah…= Aku terima mut’ahnya…
Qobiltu tazwij….= Aku terima kawinnya….
Qobiltu nikah….linafsi minka ala mahril ma’lum wal ajalil maklum…=
“Aku terima nikahnya…darimu untuk diriku dengan mas kawin dan tempo waktu (sesuai kesepakatan bersama) yang telah dimaklumi”
Akad nikah mut’ah bisa dilaksanakan melalui wakil dari kedua mempelai, atau melalui wali dari masing-masing mempelai, atau pula melalui wakil dari mempelai wanita dengan calon suaminya dan sebaliknya. Pelaksanaan akad nikah melalui perwakilan atau perwalian tersebut tidak berbeda tata-caranya dengan yang dilaksanakan secara langsung oleh kedua mempelai sebagaimana telah disebutkan di atas.



Karya As-Sayid Amir Muhammad Al-Kadzimi Al-Quzwayni
Diterjemahkan dari buku “Al-Mut’ah Baina Al-Ibaahah wal Hurmah

56 komentar:

idrus mengatakan...

Kalau tanpa saksi cuma berdu bisa bisa gak??

bima mengatakan...

nikah mutah yuk vie :)

Anonim mengatakan...

sama aku yuk vie

Anonim mengatakan...

bagaimana saya bisa mengamalkannya mbak. saya meyakininya. terima kasih

Mbah Blankon mengatakan...

sungguh menginspirasi

Unknown mengatakan...

yuuuk nyebarin virus HIV dengan sex bebas bernama nikah mutah

andi mengatakan...

apakah tidak khawatir menimbulkan masalah jika biasa mutah dengan yang berperawakan besar / orang asing, lalu anda menikah permanen dengan orang jawa atau sunda yang fisiknya kecil ? (serius) mungkin suami anda nanti merenung kok jalan tol nya sepi sekali sih..../ lengang.

andi mengatakan...

saran saya, pilihlah seorang lelaki, lalu ajaklah kerumah untuk menikah dengan izin orang tua. Jika belum mampu secara ekonomi, biarlah kalian tinggal berpisah, dan bertemu hanya untuk kebutuhan halal khalwat berdua / seks. lalu jagalah kesetiaan hingga mampu secara ekonomi dengan mengutamakan niat tanggung jawab dan ibadah.

Unknown mengatakan...

Trus klw hamil sementra masa mut'ahx dah selesai gimana? Trus yg bertanggung jwab ke anak itu siapa? Klw boleh demi rasa kmanusian panjangkan lagi masa kontrakx jgn mut'ah dulu kewanita lain .in cuma masukan aja

Unknown mengatakan...

edan

Unknown mengatakan...

ada aja cara2 manusia dengan mengataskan namakan agama untuk memuaskan nafsu syahwatnya. #syi'ah.

Unknown mengatakan...

nice share om, bauas artikelnya
Souvenir Pernikahan Murah Kediri

Unknown mengatakan...

hehehe,memang syaitan itu sangat pintar melebihi profesor.wahai muslimin saudaraku,sungguh syaitan itu menyesatkanmu melalui nafsumu,kembalilah ke Alqur'an dan rosulullah saw

Damang Pangestu mengatakan...

Nikah mutah tu sama spt poligami. Boleh tp pelakunya dikit. Krn alasn nafsukah atw kcerdesan setan kah sehingga poligami diperbolehkn? Sy fikir, Tuhan lbh tahu ciptaannya.

Damang Pangestu mengatakan...

Nikah mutah tu sama spt poligami. Boleh tp pelakunya dikit. Krn alasn nafsukah atw kcerdesan setan kah sehingga poligami diperbolehkn? Sy fikir, Tuhan lbh tahu ciptaannya.

Damang Pangestu mengatakan...

Nashnya lengkap bro... ats dasar apa Allah mengizinkan poligami? Siapa yg lbh tahu anda atw yg mnciptakn anda?

Damang Pangestu mengatakan...

Nikah mutah tu sama spt poligami. Boleh tp pelakunya dikit. Krn alasn nafsukah atw kcerdesan setan kah sehingga poligami diperbolehkn? Sy fikir, Tuhan lbh tahu ciptaannya.

Unknown mengatakan...

dari niatnya mas beda mut'ah sm poligami itu.sekarang saya mau tanya,siapa yg kira2 rela saudarinya,ibunya,bibinya,dikawinin cuma 3 hari,ada yg rela?

Unknown mengatakan...

poligami diijinkan biar tidak berbuat zina,itupun dibatasi sampai 4 istri.sedangkan mut'ah adalah jelas2 zina.apa ada yg rela saudarinya,ibunya,kerabatnya di nikahin cuma utk 3 hari?

Unknown mengatakan...

Aneh2 aja ajaran sekarang,warbiyazah

Unknown mengatakan...

Aneh2 aja ajaran sekarang,warbiyazah

Unknown mengatakan...

Rasul membolehkan (4:24), Umar melarang, terserah, ikut Rasul atau ikut Umar. heheheheh.

Unknown mengatakan...

Jgn salah2 mbak,,,
Jgn salah tafsirkan

Damang Pangestu mengatakan...

Jgn negatif thinking & jgn terlalu mnyederhanakannya. HIV tumbuh subur di negara yg tdk mngenal nikah mutah & yg mbenci nikah mutah. Nikah mutah memiliki alasan aqli & naqli. Lbh baik berhati2 merespon jika ilmu yg anda miliki tdk mnjangkaunya.

Damang Pangestu mengatakan...

Bgmn jk saudarimu dinikahi oleh seorang laki2 secara permanen tp tau2 baru satu hari suaminya mnceraikannya? Pertanyaan anda spt masuk akal tp sungguh anda terlalu tergesa2 mngambil ksimpulan. Nikah mutah sama spt hukum qishas, kdua2nya sangat berat & tdk mdh dijalankan. Tp dibalik keduanya ada khidupan & kberkahan.

Unknown mengatakan...

Wildan Syah, perbanyak baca artikel lg ya mengenai boleh tdkny nikah mut'ah..jgn langsung disimpulkan pilih ikut Rasul atau Umar..

Unknown mengatakan...

Wildan Syah, perbanyak baca artikel lg ya mengenai boleh tdkny nikah mut'ah..jgn langsung disimpulkan pilih ikut Rasul atau Umar..

Bebas hambatan mengatakan...

mana lebih hina dari pelacur?

Bebas hambatan mengatakan...

Dan mana lebih hina , wanita di jaman sebelum islam atau dengan aturan wanita di blog ini?

Unknown mengatakan...

tak usah sok suci lah... diberi kemudahan malah mempersulit, nikah mut'ah adalah solusi menghindari zina, apalagi zaman sekarang pelacuran dimana-mana, pacaran mainnya ke hotel, apakah cara itu yg lebih baik melakukan hubungan sex tanpa ijab, qobul dan mahar?

Apakah ada ortu yg rela bila tahu anaknya dipacarin terus diajak berhubungan sex...? sedangkan nikah mut'ah ada tata caranya tidak main bawa aja anak orang... ini realita yg terjadi saat ini.

sekarang tinggal pilih mau berhubungan sex tanpa mut'ah atau sex bebas...?

Backtea Von Warkid mengatakan...

WELEHH WELEHHH..HE..HE..HE..NO COMMENT AJA....

Owner mengatakan...

Admin yg belum tahu mutah,tahu lewat internet , nggak cek en ricek , main sebar aja . Nggak tanya dgn sumbernya. Yg komentar cuma tahu sedikit mencoba utk menjawab dgn kopral nya ...
Terus lah berkicau dgn nyaring yg suka nyaring akan menanggapi yg nggak suka juga akan menanggapi ..

Di mana suara merdu nya ....

Owner mengatakan...

Admin yg belum tahu mutah,tahu lewat internet , nggak cek en ricek , main sebar aja . Nggak tanya dgn sumbernya. Yg komentar cuma tahu sedikit mencoba utk menjawab dgn kopral nya ...
Terus lah berkicau dgn nyaring yg suka nyaring akan menanggapi yg nggak suka juga akan menanggapi ..

Di mana suara merdu nya ....

Unknown mengatakan...

Wallahu a'lam Bish-Shawab

Unknown mengatakan...

Smua trgantung dri niatnya

Unknown mengatakan...

syiah sesat. nikah mut'ah ajaran syetan .gak ada bedanya sma pelacuran

pijattulang mengatakan...

SubhanAllah, Allah swt memberi kemudahan kepada hambanya untuk menjauhi perzinahan dg kehalalan. SubhanAllah, lengkapnya hukum dalam Islam, ada nikah permanen, nikah temporer... SubhanAllah, nikah mut'ah ada didalal quran dan menurut ath-thabari dlm tafsirnya jenis pernikahan ini belum di batalkan, subhanAllah Rasulullah memberi izin para sahabat2nya u melakukannya dan sungguh aneh mengaku umatnya tetapi meragukan bahwa Nabi bisa salah dan bisa keliru padahal Nabi itu rujukan kita. Sungguh lebih aneh pada umatnya y mendustakan sunnahnya... mari kita bersihkan hati, & luruskan orientasi kita kepada hukum Allah swt.

pijattulang mengatakan...

Izin ulang :

Kr ada ucapan ttg nikah mut'ah dan berbeda maksud pada status. Maka izinkan saya menanggapinya. Supaya tidak menjadikan hukum dan sunnah Nabi di perolok2 & di dustakan.

"SubhanAllah, Allah swt memberi kemudahan kepada hambanya untuk menjauhi perzinahan dg praktek kehalalan. Betapa banyak musibah/ aib diantara hubungan dua insan manusia... y selalu berakhir mengenaskan dan penuh keprihatinan... musibah, musibah, musibah... kr syariat Nabi tdk dipakai dg sempurna. Andaikan nikah mut'ah tdk di imagekan buruk sungguh musibah/ aib tdk akan seburuk ini...

SubhanAllah, lengkapnya hukum dalam Islam, ada
1. nikah permanen baik y pasangan satu seumur hiduo dan poligami dg istri lebih dari satu...
2. nikah temporer... (nikah mut'ah)

SubhanAllah, nikah mut'ah ada didalal quran dan menurut ath-thabari dlm tafsirnya jenis pernikahan ini belum di batalkan,

SubhanAllah, Rasulullah memberi izin para sahabat2nya u melakukannya dan sungguh aneh mengaku umatnya tetapi meragukan bahwa Nabi bisa salah dan bisa keliru padahal Nabi itu rujukan kita. Sungguh lebih aneh pada umatnya y mendustakan sunnahnya... mari kita bersihkan hati, & luruskan orientasi kita kepada hukum Allah swt. Nikah mut'ah bukan u zina atau bertujuan memuaskan hawa nafsu... tetapi memiliki keberkahan.

Unknown mengatakan...

Suroh Annisa' yang menjelaskan mut'ah itu tidak salah tapi sudah dijelaskan dengan hadits NABI SAW.setelah beliau mengijinkan salah satu sahabat untuk melakukan mut'ah dalam sebuah perjalanan menuju peperangan lalu kemudian setelahnya,beliau bersabda "al yauma nahaitukumul mut'ata hatta yaumal Qiyamah"; hari ini saya melarang kalian melakukan nikah mut'ah sampai hari kiyamat...ingatlah beberapa kedudukan hadits yaitu menjelaskan yang gharib dan samar didalam al -Quran atau menguatkan hukum yang terdapat dlam al Quran atau menetapkan hukum yang tidak ada dalam al quran atau memberikan penafsiran terhadap al Quran...saya rasa dalam hal ini hadits Rasulullah memberikan penjelasan dan penafsiran...bukan menasakh walupun seolah2 ayat trsebut telah dinasakh,,,namun maksudnya adalah Nikah mut'ah cukuplah terjadi pada jaman Rasulullah ..Alllahu a'lamu...tentulah Allah yg lebih tahu kebenarannya...siapapun yang slah pendapatnya saya ataupun anda semoga sama2 dlam Rahmat dan Maghfroh Allah SWT aamiin...

Unknown mengatakan...

saya sendiri ingin melakukan mut'ah krena laki2 normal...tapi saya kaji dari berbagai kitab klasik pendapatnya belum cukup kuat...jadi saya tidak berani...belajar islam itu tidak cukup 5 tahun...apalagi hanya membaca artikel dan kajian itu harus ber-sanad kepada para imam mujtahid yang sisilah keilmuannya bersambung sampai kepada Rosululloh SAW ..."bukan belajar dari mbah google aja.. namun demikian tidaklah salah membaca artikel keIslaman untuk study koperatif dan menambah khazanah pengetahuan diri...

Digital Explorer Jakarta mengatakan...

Baginda Nabi tidak pernah membatalkan, buktinya semasa kekhalifahan Umar bin Khatab hingga khalifah sendiri yang mengharamkannya. Jadi yang membatalkan bukan Nabi SAW melainkan Umar bin Khatab.

Digital Explorer Jakarta mengatakan...

Baginda Nabi tidak pernah membatalkan, buktinya semasa kekhalifahan Umar bin Khatab, mut'ah masih dihalalkan hingga khalifah sendiri yang mengharamkannya. Jadi yang membatalkan bukan Nabi SAW melainkan Umar bin Khatab.

Digital Explorer Jakarta mengatakan...

nikah mut'ah salah satu aplikasi menggantikan pertunangan yang tak ada hukumnya dalam islam dan berpotensi zinah.

Biasanya pasangan diwakili oleh orang tua mereka (bagi masih perjaka dan gadis) dengan menambahkan butir2 kesepakatan dua pihak agar pernikahan tidak disertai hubungan intim (hub sex).

Dengan status pernikahan mut'ah tersebut maka pasangan boleh lakukan aktivitas berdua sambil mengenal lebih dekat. Nonton, makan2, gandengan tangan, sun pipi, cium tangan, bercanda tanpa imbalan dosa dan zinah.

Bila mereka merasa cocok bisa segera lanjut kedalam pernikahan permanen (daim)

Kurang apa hebatnya islam cobak ??
Masih mau pilih yang haram ??

Digital Explorer Jakarta mengatakan...

nikah mut'ah salah satu aplikasi menggantikan pertunangan yang tak ada hukumnya dalam islam dan berpotensi zinah.

Biasanya pasangan diwakili oleh orang tua mereka (bagi masih perjaka dan gadis) dengan menambahkan butir2 kesepakatan dua pihak agar pernikahan tidak disertai hubungan intim (hub sex).

Dengan status pernikahan mut'ah tersebut maka pasangan boleh lakukan aktivitas berdua sambil mengenal lebih dekat. Nonton, makan2, gandengan tangan, sun pipi, cium tangan, bercanda tanpa imbalan dosa dan zinah.

Bila mereka merasa cocok bisa segera lanjut kedalam pernikahan permanen (daim)

Kurang apa hebatnya islam cobak ??
Masih mau pilih yang haram ??

*mohon koreksi bila ada kesalahan*

Unknown mengatakan...

Nikah mut'ah itu pernah di legalkan pd zaman Rosul....malah kata ibnu abbas..."Abdulah bin zibair(sahabat)anak hasil perkawinan mut'ah " yg jadi masalah ada pendapat sudah bahwa syariat itu sudah dihapus ada yg berpendapat masih berlaku.....
Jadi jangan melecehkan mut'ah.... sebab itu syariat agama..... apalagi kl belum tahu

ACHEH_KARBALA mengatakan...

Hemat saya Nikah Mut'ah dijaman kita harus berijtihad agar tidak salah paham. Dulu ada nikah mut'ah dengan limit waktu 3 hari dan maharnyapun satu genggam kurma. Dulu ada Rasulullah yang mengerti hukum dan pasti tidak akan menyeleweng. 3 hari limit waktunya dibenarkan untuk pejuang dalam peperangn dimana hari ini berada ditempat wanita yang dimut'ahkan, besok lusa sudah berpindah kekawasan lain.

Namun di zaman kita sekarang, zaman yang sudah maju ekonominya, pemimpin kaum muslimin harus membuat semacam fatwa kalau tidak kita katakan ijtihad. Sebab kalau tidak kaum fanatikbuta gemar melecehkan humum Allah yang tidak mereka ketahui. Maksud saya kalau pemimpin Islam tetap membenarkan limit waktunya seminimal 3 hari dan bahkan ada yang satu hari, besar kemungkinan kaum fanatikbuta akan menyamakan dengan kawin kontrak yang tercela dalam Islam. Demikian juga mengenai maharnya yang dibenarkan satu genggam kurma, setara dengan satu bungkus nasi. Inilah yang diambil kesempatan oleh kaum fanatikbuta untuk melecehkan hukum Mut’ah yang halal disisi Allah dan RasulNya.

Sebagaimana kita maklumi bahwa nikah Mut’ah di zaman kita sekarang focusnya adalah untuk pra nikah Ba-en. Disebabkan berpacaran untuk saling mengenal satu sama lainnya adalah haram hukumnya, maka Islam selalu punya jalan keluar dari persoalan apa saja agar tidak terkesan seolah-olah Islam itu kolot, masak orang mau melangsungkan perkawinan, tidak diperkenalkan untuk saling kenal-mengenal terlebih dahulu. Pada hakikatnya Nikah Mut’ahlah fungsinya sebagai "pacaran Islam" yang halal disisi Allah.

Justeru itu limit waktunya minimal 2 tahun, tidak boleh kurang. Dalam kesempatan 2 tahunlah pergaulan menjadi matang, hingga begitu habis limit waktunya terus dilanjutkan ke jenjang permanen (Nikah Ba-en). Andaikata satu pihak saja tidak setuju untuk dilangsungkan ke jenjang permanen, perkawinan tersebut dihentikan (tidak halal lagi). Disinilah kelebihan nikah Mut’ah dimana wanita punya hak yang sama dengan pria, dimana dalam nikah Ba-en, wanita tidak diberikan hak untuk mengundurkan diri kecuali keputusan hakim yang adil bahwa lelaki tersebut bermasalah dalam hubungan nafkah batin.

Perlu digarisbawahi bahwa tanpa exist nya system Islam, macam di Republik Islam Iran, segalanya jadi amburadur, bukan saja nikah Mut’ah, nikah ba-en pun kerap merugikan pihak wanita. Nah sampai disini hanya lelaki dan wanita yang benar-benar berimanlah yang mampu menjaga hukum Allah, tidak akan dilanggarnya dalam menjalankan nikah Mut’ah.

Untuk lebih jelas, silakan klikk disini:
https://achehkarbala.blogspot.com/2013/08/jawaban-hsndwsp-tentang-boleh-tidaknya.html

ACHEH_KARBALA mengatakan...

Atau lihat juga di http berikut ini:

http://achehkarbala2.blogspot.com/2018/02/nikah-mutah-adalah-nikah-semi-permanen.html

Unknown mengatakan...

Ala qodarihi

Owner mengatakan...

Yg taklid buta tak mampu memahami mutah, karena jurus yg di pakai adalah kata pokoknya, pokoknya haram, pokoknya zina. Ilmu berpikir memang mahal. Yg berilmu akan bijak yg tak berilmu bisa di lihat dari komentar nya. Emosi tanda dangkalnya ilmu.

Bang Cupliis mengatakan...

Pilih puasa.

dadadididododede mengatakan...

bagaimana hukumnya, seorang pria sunni, melakukan pernikahan Mut'ah dgn wanita ahlul bayt ??
bagaimana hukumnya seorang pria sunni melakukan pernikahan Mut'ah dgn wanita sunni ??

trima kasih sblum nya

no name mengatakan...

Mut’ah; Menikah atau Melayani?
Senin 4 Jamadilawal 1436
Oleh: Dinda Sarihati Sutejo
Anggota Manajemen Penulis Indonesia
MENURUT Nahjul Balaghah; surat 31, wasiat Imam Ali kepada Imam Hasan ketika kembali dari Shiffin, “Bila kalian memperhatikan ibarat islami tentang wanita, terdapat ibarat hakiki “almar’atu raihaanatun wa laisat biqahramaanatun…Wanita adalah bunga bukan pelayan.” (syiahindonesia.net ) Sangat menarik membaca kutipan yang ada di dalam blog Syiah Indonesia mengenai bagaimana syiah memandang perbedaan wanita dan pria.
Rasanya tidak ada yang salah dalam kutipan di atas. Memang seharusnya wanita diperlakukan seperti itu. Tapi ada satu hal yang mengganjal ketika membaca kutipan tersebut. Apakah syiah benar-benar memandang wanita selayaknya ‘bunga’?
Dan dari Muhammad bin Muslim dari Abi Ja’far sesungguhnya ia berkata tentang nikah mut’ah : “Bukan nikah mut’ah itu (dilakukan) dari empat (istri yang dibolehkan), karena ia (nikah mut’ah) tidak ada talak, tidak mendapat warisan, akan tetapi ia itu hanyalah sewaan,” (Al Furuu’ min Al Kafii, (2/43), dan kitab “ At Tahdziib” (2/188)).
Keterangan di atas tentu menyebabkan kebingungan bagi pembaca karena bertentangan dengan aturan nikah menurut Islam sebagaimana dirisalahkan Rasulullah. Pertama, seorang wanita harus didampingi walinya ketika akad nikah. Kemudian wanita yang dinikahi pun berhak menerima nafkah dari suami, dan jika pernikahan tersebut berakhir maka diucapkannya kata talak. Rasulullah melarang Muslim untuk melakukan nikah mut’ah, begitu pula khalifah Ali bin Abi Thalib. “Sesungguhnya Nabi -Shallallahu alaihi wa sallam- telah melarang dari nikah mut’ah dan daging keledai kampung (peliharaan) pada Perang Khoibar”. (HR. Al-Bukhari)
Selain bertentangan dengan aturan Islam, nikah mut’ah juga sangat merugikan kaum wanita. Beberapa aturan dari nikah mut’ah adalah adanya masa pernikahan, mahar yang disesuaikan dengan jangka waktu pernikahan, tidak adanya talak, tidak adanya hubungan warisan, dan tidak berhak mendapatkan nafkah dari suami mut’ahnya.
Dari aturan tersebut tentu pihak wanita tidak diperlakukan layaknya ‘bunga’ sebagaimana apa yang diungkapkan sebelumnya. Bahkan tahun 2013 silam, publik dihebohkan dengan ungkapan pendeta Syiah menyerukan perempuan untuk ‘jihad’ dengan kemaluannya.
Di Irak banyak ditemukan wanita Syiah yang hamil namun tidak mengetahui siapa bapak dari anak yang dikandungnya. Tidak jarang pula kasus anak yang dinikah mut’ah oleh bapak kandungnya atau anak yang menikah mut’ah dengan saudara perempuan dan ibu kandungnya. Wanita yang telah bersuami pun diperbolehkan untuk dinikahi mut’ah oleh lelaki lain. Hal ini tidak sesuai dengan aturan Islam bahkan kodrat manusia itu sendiri.
Harga diri wanita seakan-akan tidak ada artinya. Sebagaimana perintah Vladimir Putin yang menyuruh para penganut Kristen untuk memperbanyak anak agar menandingi jumlah kaum Muslimin dengan cara berzina dengan siapa saja. Para wanita Syiah dipaksa memperbanyak anak melalui kewajiban nikah mut’ah dengan dalih memperbanyak kaum Muslim. Sedangkan di sisi lain, tidak jaminan kelangsungan hidup bagi anak-anak yang dilahirkan karena dalam nikah mut’ah tidak ada hubungan warisan dan nafkah.
Maka, di mana letak perlakuan kaum Syiah terhadap wanita yang katanya harus diperlakukan layaknya bunga bukan pelayan? Jika pernikahan mut’ah dilaksanakan untuk menjaga kesucian wanita dan menjaga diri dari perbuatan zina, mengapa harus ada kesepakatan waktu selayaknya menyewa pekerja prostitusi? Bukankah lebih baik menikahinya sebagaimana yang dirisalahkan oleh Rasulullah? Wanita tentu merasa terhormat apabila diperlakukan dengan lemah lembut sebagaimana Rasulullah memperlakukan istri-istrinya. Wallahua’lam bishawab.

Unknown mengatakan...

Aq setuju dgn kata2 kamu kerna kalo nikah itu mempunyai nawaitu utk menghindar dari berlaku nya zina dan tidak tertakluk pada waktu tempoh dan berlanjutan dgn nikah secara sah utk kedua pasangan kenapa tidak?Islam itu indah,mudah dan rasional apabila kita bsa menjauhi dari melakukan maksiat/zina dan harus diketahui hukum pernikahan itu menjadi wajib apabila kita bsa menghindari dari melakukan dosa besar iaitu (maksiat dan zina)akan tetapi harus kita ingat nawaitu kita sebelum melakukn nikah mut'ah itu apa?kalo utk melepasin nafsu semata2 dan tertakluk pd tamat tempoh maka wajarlah ia menjadi haram.Penjelasan antara si hamba dan Sang Pencipta nawaitu sebenar melakukan pernikahan itu atas dasar apa?Islam itu mudah manusia yang mempersulitkan nya.

Unknown mengatakan...

Setuju!!!

Unknown mengatakan...

Jika anda menganggap nikah mut'ah adalah zina, berarti anda mengatakan banyak sahabat yang telah melakukan zina. Sama halnya dengan pernyataan bahwa istri ke-2 adalah pelakor, maka banyak istri2 Nabi yang pelakor.

Jika hukum yang sudah jelas tapi tidak jelas buat anda, bukan artinya hukum itu yang salah.

Unknown mengatakan...

Koq Umar bin khatab bisa ga tau yah kalo Nabi bersabda :al yauma nahaitukumul mut'ata hatta yaumal Qiyamah". Tapi justru anda yang tau hadist itu.

Kalo khalifah Umar tau hadist itu, maka dia tidak mengatakan : "2 Mut'ah yang diperbolehkan Nabi, kini aku melarangnya,........"

Anda hebat bisa lebih tau dari khalifah Umar bin khatab.

Posting Komentar