Sayyidah Zainab Al-Kubra Simbol Keindahan
Sayyidah Zainab as lahir tanggal 5 Jumadil Awwal tahun ke-6 Hijriah di kota Madinah. Beliau adalah anak ketiga dari pasangan Imam Ali as dan Sayyidah Fathimah as. Ketika Zainab as lahir ke dunia, Nabi Muhammad saw sedang berada di perjalanan. Oleh karenanya, Sayyidah Fathimah meminta kepada suaminya Imam Ali as untuk memberi nama putri yang baru lahir itu. Namun Imam Ali as memutuskan untuk menanti Nabi Muhammad saw kembali dari perjalanan dan memberinya nama.
Ketika Rasulullah saw tiba di Madinah, beliu begitu gembira saat dikabarkan kelahiran cucunya ini dan berkata, "Allah swt memerintah agar nama anak perempuan ini diberi nama Zainab yang artinya hiasan ayahnya." Rasulullah saw kemudian menggendong Zainab dan menciumnya lalu berkata, "Saya mewasiatkan kepada kalian semua agar menghormati anak perempuan ini, karena ia mirip Sayyidah Khadijah as." Sejarah menjadi bukti bahwa Sayyidah Zainab as sama seperti Sayyidah Khadijah yang menanggung banyak kesulitan demi memperjuangkan Islam. Dengan kesabaran dan pengorbanannya ia mempersiapkan sarana demi pertumbuhan dan kesempurnaan agama ilahi ini.
Sayyidah Zainab as dibesarkan dalam keluarga yang penuh spiritual dan kemuliaan. Karena keluarga ini dihiasi oleh pribadi-pribadi agung seperti Rasulullah saw, Imam Ali as dan Sayyidah Fathimah as. Mereka adalah orang-orang suci dan yang membangun keutamaan manusia. Sayyidah Zainab as sejak kecil punya pemahaman yang dalam dan jiwa yang dipenuhi makrifat. Sayyidah Zainab as sejak kecil telah menghapal khutbah historis ibunya Sayyidah Fathimah as yang penuh dengan pengetahuan Islam, sekaligus sebagai perawi khutbah ini. Setelah dewasa dengan kematangan berpikirnya ia akhirnya dikenal dengan sebutan 'Aqilah yang berarti seorang ilmuwan wanita.
Berbagai kejadian dan peristiwa besar pernah disaksikannya. Sejak kecil Sayyidah Zainab as telah kehilangan kakeknya Nabi Muhammad saw dan tidak berapa lama beliau harus kehilangan ibu tercintanya Sayyidah Fathimah as. Setelah itu, tanggung jawab pendidikannya berada di pundak ayahnya Imam Ali as. Dalam didikan ayahnya Imam Ali as, beliau mencapai derajat keilmuan yang tinggi dan keutamaan akhlak.
Semua posisi itu diraihnya ketika mayoritas wanita dimasa itu buta huruf dan tidak punya kesempatan untuk belajar. Sayyidah Zainab as setelah menimba ilmu dari ayahnya kemudian mulai menyebarkan agama Islam dan mengajarkan ilmu-ilmu yang dikuasainya kepada kaum hawa waktu itu. Para wanita berduyun-duyun memintanya untuk diperbolehkan hadir dalam majelis pelajaran dan tafsir Al-Quran. Kehadirannya di Madinah dan setelah itu selama tinggal di Kufah berhasil menyampaikan ilmu-ilmu Islam kepada kaum hawa.
Ketika Sayyidah Zainab as mencapai usia perkawinan, beliau kemudian menikah dengan Abdullah bin Jakfar saudara misannya. Abdullah dikenal sebagai orang kaya Arab. Namun Sayyidah Zainab as menjadi isterinya bukan karena hartanya. Ketinggian derajatnya membuat beliau tidak membatasi dirinya dalam kehidupan lahiriah. Beliau telah belajar untuk tidak pernah mengorbankan hakikat dalam kondisi apa pun. Itulah mengapa Sayyidah Zainab as senantiasa bersama saudaranya Imam Husein as demi menghidupkan kembali agama dan spiritual manusia serta berusaha untuk memperbaiki masyarakat.
Sayyidah Zainab as sewaktu menikah dengan suaminya Abdullah mensyaratkan untuk bisa tetap bersama saudaranya Imam Husein as. Abdullah menerima syarat tersebut dan menikahi cucu Rasulullah saw ini. Dengan syarat inilah Sayyidah Zainab as dapat mengikuti perjalanan bersejarah Imam Husein as dari kota Madinah hingga Karbala dan bangkit menghadapi Yazid penguasa zalim dan korup.
Kondisi paling tepat untuk mengenal lebih jauh kepribadian Sayyidah Zainab as adalah dengan mempelajari sejarah Asyura dan tertawannya keluarga Rasulullah saw. Kondisi paling genting bagi sejarah Islam terjadi dalam peristiwa Asyura di mana pada waktu itu siapa saja dapat menyaksikan keagungan semangat Sayyidah Zainab as. Seorang perempuan yang sulit dicari bandingannya dalam sejarah Islam. Mengingat Allah dan shalat menjadi penenangnya. Cahaya ilahi begitu menerangi hatinya, sehingga segala penderitaan yang dihadapinya menjadi tidak berarti.
Kepribadian hakiki seseorang oleh sains dan ilmu psikologi disebutkan bakal muncul di saat orang tersebut dalam kondisi marah atau sangat emosional. Sayyidah Zainab as di puncak kesulitan dan penderitaan setelah syahadah saudara dan orang-orang tercintanya masih tetap tegar berkata dan derajat kesabaran, keberanian, dan tawakkalnya kepada Allah yang telah tertanam dalam dirinya didemonstrasikan dengan indah.
Di hadapan para pemimpin zalim dan haus darah dinasti Umayyah, Sayyidah Zainab as berdiri dan tanpa takut mengecam sikap mereka serta membela kebenaran Ahlul Bait Nabi Muhammad saw. Beliau menilai Imam Husein as dan sahabat-sahabatnya sebagai pemenang. Pidatonya yang lugas, fasih dan mematikan di istana Yazid begitu mempengaruhi hadirin yang membuat mereka kembali mengenang ayahnya Imam Ali as.
Dengan tegas Sayyidah Zainab as berpidato dengan bersandarkan pada ayat-ayat Al-Quran. Kemampuan beliau dalam menjelaskan kebenaran begitu mempesonakan, sehingga pribadi seperti Ibnu Katsir terpengaruh ucapan-ucapan Sayyidah Zainab as. Beliau dengan suara lantang dan dalam kondisi menangis berkata, "Ayah dan ibuku menjadi tebusan kalian orang-orang tua terbaik di antara mereka yang lanjut usia, anak-anak kecil terbaik di antara mereka yang masih kecil dan wanita-wanita kalian adalah yang terbaik. Generasi kalian lebih tinggi dan lebih baik dari semua generasi yang ada dan kalian tidak pernah terkalahkan."
Sayyidah Zainab as pernah mendengar dari ayahnya Imam Ali as bahwa "Manusia tidak akan pernah mampu mengenal hakikat iman tanpa memiliki tiga hal dalam dirinya; pengetahuan akan agama, kesabaran di tengah kesulitan dan pengelolaan yang baik urusan kehidupannya." Wanita mulia ini menerima tanggung jawab berat dan sulit, namun kesabarannya seperti permata yang menghiasi jiwanya. Menurut Sayyidah Zainab as, ketegaran di jalan kebenaran dan pengorbanan di jalan Allah senantiasa indah dan selamanya bakal dipuji oleh manusia. Demikianlah setelah peristiwa Asyura Sayyidah Zainab as kepada orang-orang zalim beliau berkata, "Saya tidak menyaksikan sesuatu kecuali keindahan."
Jumat, 19 Februari 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar